in ,

Bikin Sedih, Foto Langka Anjing Hachikō yang Setia Menunggu Pemiliknya yang Sudah Meninggal Pulang Selama 10 Tahun

Hachikō tidak pernah tahu jika profesor Hidesaburō Ueno sudah meninggal.

CakapCakapCakap People! Hampir setiap orang mungkin sudah mengenal anjing Hachikō. Ia menjadi simbol kesetiaan dan cinta tanpa akhir, Hachikō kemudian menjadi fenomena budaya, ikon tidak hanya di negara asalnya, Jepang, tetapi juga ke seluruh dunia yang luas. 

Melansir Boredpanda, Jumat, 21 Februari 2020, anjing yang berwarna cokelat keemasan dan berdarah asli Akita itu dilahirkan pada akhir musim gugur tahun 1923 di sebuah pertanian di Ōdate, Prefektur Akita, Jepang. Setahun kemudian, Hachikō diadopsi oleh seorang profesor bernama Hidesaburō Ueno, yang membawanya untuk tinggal di Shibuya, Tokyo. 

Hidesaburō Ueno adalah seorang profesor di departemen pertanian di Tokyo Imperial University. Pria itu selalu naik kereta ke tempat kerjanya dan  Hachikō akan menyambut kedatangannya di stasiun saat dia pulang bekerja.

Setiap hari, Hachikō akan meninggalkan rumah untuk menunggu pemiliknya di Stasiun Shibuya. Tapi kemudian, sayangnya, sejak 21 Mei 1925, profesor Hidesaburō Ueno tidak pernah kembali ke stasiun di mana Hachikō selalu menunggunya pulang.

Profesor Hidesaburō Ueno menderita pendarahan otak saat memberikan kuliah dan meninggal tanpa pernah kembali tiba di stasiun kereta itu.

Nama Hachikō dikenal oleh orang-orang dari seluruh dunia.

Hachikō ada dalam sejarah sebagai hewan peliharaan yang paling setia.

Itu berlangsung selama sembilan tahun, sembilan bulan dan lima belas hari — Hachikō dengan sabar dan setia menunggu pemiliknya di stasiun kereta yang sama setiap hari. Dia tidak pernah tahu jika profesor Hidesaburō Ueno sudah meninggal.

Setelah kematian profesor Hidesaburō Ueno, pada tahun 1925, Hachikō tetap menunggunya setiap hari di stasiun kereta.

Hachikō pergi ke stasiun kereta setiap hari pada waktu yang sama saat pemiliknya biasanya kembali setelah bekerja. Dia selalu menunggu dan itu berlangsung selama hampir satu dekade.

Secara alami, para penumpang kereta di stasiun itu dengan cepat memperhatikan Hachikō. Banyak dari mereka yang sudah melihat betapa Hachikō yang setia dan pemiliknya, profesor Hidesaburō, berjalan pulang bersama dari stasiun tersebut. 

Awalnya, tidak semua orang ramah pada Hachikō, sampai akhirnya pada 4 Oktober 1932, ketika artikel pertama tentang Hachikō diterbitkan — setelah itu,  Hachikō mendapat perhatian nasional dan orang-orang sering membawakan makanan dan hadiah untuknya.

Pada tahun 1932, artikel pertamanya dipublikasikan tentang hewan peliharaan yang setia di sebuah surat kabar nasional.

Artikel itu ditulis oleh salah satu mantan mahasiswa Hidesaburō Ueno. Mahasiswa itu sedang menulis tesis tentang jenis anjing Akita dan melihat salah satu dari jenis itu ada di stasiun. 

Ia kemudian mengikuti Hachikō pulang —ke Kuzaboro Kobayashi, mantan tukang kebun almarhum profesor. Mahasiswa tersebut belajar kisah hidup Hachikō dari Kuzaboro dan tidak lama kemudian menerbitkan sensus anjing jenis Akitas yang terdokumentasi di Jepang. 

Menurut penelitian, hanya ada 30 Akitas asli yang tetap tinggal di Jepang, salah satunya adalah Hachikō dari Stasiun Shibuya.

Cerita berlanjut bahwa mantan mahasiswa profesor Hidesaburō Ueno ternyata sering mengunjungi Hachikō dan, selama bertahun-tahun, ia menerbitkan beberapa artikel tentang anjing dan kesetiaannya yang luar biasa itu.

Tak lama kemudian, Hachikō menjadi sensasi nasional. Orang Jepang sangat terkesan dan tersentuh oleh cinta dan kesetiaan abadi Hachikō. Di seluruh negeri, Hachikō menjadi contoh utama kesetiaan keluarga, seperti yang diajarkan oleh guru dan orang tua kepada anak-anak.

Hachikō menjadi harta nasional

Pada tahun 1934, Akita Hachikō yang setia diabadikan dalam bentuk patung perunggu yang diukir oleh seniman Jepang Teru Ando. Sayangnya, selama Perang Dunia II, digunakan untuk logam. 

Namun, pada tahun 1948, berkat upaya putra pematung itu, patung kedua Akita yang setia itu dibuat dan masih tetap berdiri. Hari ini, pintu masuk ke stasiun di sebelah patung itu dinamai “Hachikō-guchi,” yang diterjemahkan secara kasar sebagai “Pintu Masuk / Keluar Hachikō”.

Sedihnya, setahun kemudian, Hachikō yang baik itu meninggal dunia.

Setelah menunggu pemiliknya kembali selama satu dekade, Hachikō meninggal pada tanggal 8 Maret 1935. Pada saat itu, anjing yang pengasih itu berusia 11 tahun. 

Pada tahun 2011, para ilmuwan akhirnya menemukan penyebab kematian Hachikō — rupanya, anjing yang baik itu menderita kanker stadium akhir dan infeksi filaria.

Hachikō dimakamkan di sebelah pemiliknya.

Setelah kematian Hachikō, jasadnya dikremasi dan abunya dimakamkan di Pemakaman Aoyama, Minato, Tokyo. Teman setia itu ditempatkan di sebelah makam pemiliknya yang tercinta, Profesor Hidesaburō Ueno. Bulu Hachikō yang baik itu disimpan untuk ditampilkan pada tampilan permanen di National Science Museum of Japan, di Ueno, Tokyo, Jepang.

*Sumber foto: Boredpanda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Wow, Film “Milea : Suara dari Dilan” Capai 2 Juta Lebih Penonton pada Hari Keenam Penayangannya!

Virus Corona: Demi Kucing Kesayangan, Wanita 21 Tahun Ini Enggan Pulang Ke Kanada dan Memilih Tinggal di Wuhan