CakapCakap – Cakap People! Lebih dari 11.250 ilmuwan dari 153 negara telah ikut menandatangani peringatan yang menyatakan “dengan jelas dan tegas bahwa planet Bumi menghadapi keadaan darurat iklim.”
Jika manusia tidak melakukan perubahan perilaku hidup yang berkontribusi terhadap perubahan iklim, para ilmuwan menulis, “penderitaan manusia yang tak terhitung” bakal tidak dapat dihindari.
Dilansir dari Business Insider, para penulis yang terdiri dari para ilmuwan tersebut mengeluarkan peringatan pada hari Selasa, 5 November 2019 di jurnal Bio Science. Peringatan itu dikeluarkan oleh para ilmuwan berdasarkan pada analisis data selama 40 tahun tentang meningkatnya emisi gas rumah kaca, pemanasan lautan, dan pencairan es Arktik dan Antartika.
Koalisi ilmuwan ini mengatakan bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk “dengan jelas memperingatkan umat manusia dari segala ancaman bencana.”
“Terlepas dari 40 tahun negosiasi iklim global, dengan sedikit pengecualian, kami umumnya menjalankan pekerjaan seperti biasa dan sebagian besar gagal mengatasi kesulitan ini,” tulis kelompok ilmuwan tersebut.
Selain menyatakan keadaan darurat, para ilmuwan juga menawarkan saran tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi perubahan iklim.
“Jika seseorang peduli dengan perubahan iklim, tiga hal yang perlu dipertimbangkan di antaranya adalah: satu, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil; dua, banyak konsumsi makanan nabati; dan tiga, memiliki sedikit anak,” kata ahli ekologi William Ripple, penulis utama peringatan itu kepada Business Insider.
Laporan itu muncul sehari setelah Presiden Donald Trump secara resmi mulai menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian iklim Paris, pakta penting yang dibuat oleh hampir 200 negara untuk mengekang emisi dan melawan perubahan iklim.
Gas Rumah Kaca — Suhu Permukaan Bumi — Terus Meningkat
Para peneliti mengatakan bahwa untuk memantau keadaan darurat iklim dengan benar, tidak cukup hanya melacak perubahan suhu Bumi. Pertumbuhan populasi, jumlah pohon yang berkurang, konsumsi daging, dan kerugian ekonomi tahunan karena peristiwa cuaca ekstrem, adalah merupakan semua dari “tanda-tanda yang sangat meresahkan” tentang besarnya krisis iklim telah meningkat sejak 1979, kata mereka.
Jadi, 40 tahun data yang tersedia untuk publik yang menjadi dasar analisis tersebut adalah mencakup angka-angka yang terkait dengan penggunaan energi, suhu permukaan Bumi, pertumbuhan populasi, deforestasi, massa es kutub, tingkat kesuburan, dan emisi karbon.
“Kami menambahkan suara para ilmuwan dari berbagai bidang studi untuk berbagi temuan kami tentang urgensi untuk bertindak dan memberikan banyak tonggak untuk mengukur kemajuan di tahun-tahun mendatang,” kata Ripple.
Dituliskan oleh para ilmuwan tersebut bahwa hal utama yang mengganggu adalah tren iklim bersamaan dalam data, yaitu di antaranya adalah tiga gas rumah kaca yang melimpah (karbondioksida, metana, dan dinitrogen oksida) yang terus meningkat seiring dengan suhu permukaan bumi.
Pada saat yang sama, es dengan cepat menghilang dari lapisan es Greenland dan Antartika, ketebalan gletser menurun, dan es laut Kutub Utara hampir mencapai tingkat minimum. Terlebih lagi, suhu laut dan keasaman meningkat, cuaca ekstrem dan biaya kerusakan yang terkait telah meningkat. Demikian menurut temuan para ilmuwan tersebut.
Secara keseluruhan, Ripple dan rekan-rekannya tidak malu untuk menyerukan perubahan besar dan sistemik dalam struktur masyarakat manusia.
Menurut para peneliti, dunia harus “mengalihkan tujuannya dari pertumbuhan produk domestik bruto dan mengejar kemakmuran,” karena “krisis iklim terkait erat dengan konsumsi berlebihan akan gaya hidup kaya.”
One Comment
Leave a ReplyOne Ping
Pingback:Freeman J Dyson, Matematikawan & Ahli Fisika Legendaris Ini Meninggal, Berikut Jejak Karirnya! - CakapCakap