CakapCakap – Cakap People! Aksi demonstrasi di Hong Kong yang masih berlangsung hingga saat ini, menyisakan kisah memilukan dari salah seorang jurnalis Indonesia yang sedang bertugas di tengah aksi tersebut. Ia tertembak peluru petugas kepolisian Hong Kong di mata kanannya.
Jurnalis Indonesia yang ditembak peluru karet oleh polisi Hong Kong saat meliput demonstrasi, terancam menderita buta permanen pada mata kanannya.
Kuasa hukum Veby Mega, Michael Vidler, mengatakan pada Rabu bahwa dokter menyatakan mata kanan Veby berisiko buta permanen karena lukanya.
“Dia diberitahu pupil mata kananya pecah akibat hantaman benda keras. Persentase pasti dari kerusakan permanen hanya dapat dinilai setelah operasi,” kata Vidler, seperti dikutip dari South China Morning Post, 3 Oktober 2019.
Vidler juga mengatakan kerabat Veby berkunjung ke Hong Kong untuk menemani Veby.
“Kami juga dapat mengkonfirmasi bahwa kami telah menerima bukti dari pihak ketiga, yang menunjukkan bahwa proyektil yang membutakan Veby adalah peluru karet dan peluru beanbag seperti yang diperkirakan semula,” kata Vidler.
“Kami telah mengajukan pengaduan pidana dan meminta rincian identitas penembak dan langkah apa yang mereka (polisi) ambil untuk menyelidiki. Kami belum menerima jawaban substantif.”
Respon KJRI Hong Kong dan Kementerian Luar Negeri RI
Kabar kebutaan Veby diketahui situs pemberitaan Tempo dari kicauan Twitter Jerome Taylor, Kepala Biro AFP untuk Hong Kong, Taiwan, dan Makau, pada 2 Oktober pukul 6.25 pm.
Ketika Tempo mengkonfirmasi ke KJRI Hong Kong dan Kemenlu RI, pihak KJRI Hong Kong menolak mengumumkan kondisi kesehatan Veby tanpa persetujuan yang bersangkutan.
“Kami tidak punya hak untuk membuka informasi terkait kondisi kesehatan mba Veby kepada publik. Saat ini dokter masih mengobservasi kondisi mata yang bersangkutan, dan KJRI memastikan bahwa Veby mendapat perawatan yang baik dari pihak Rumah Sakit,” tulis Staf Konsul Muda Pensosbud KJRI Hong Kong Vania Alexandra kepada Tempo dalam pesan WhatsApp, 2 Oktober 2019.
Baik dari KJRI Hong Kong dan Kementerian Luar Negeri RI, pemerintah akan memantau kasus penembakan Veby dan memberikan bantuan konsuler agar hak hukum Veby terpenuhi.
“KJRI Hong Kong dapat memastikan saudari Veby memperoleh perawatan yang baik dari pihak rumah sakit,” kata Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah.
“Saudari Veby telah menunjuk pengacara untuk melakukan penuntutan hukum atas tindakan otoritas Hong Kong. Dalam hal ini, KJRI Hong Kong akan melakukan pendampingan kekonsuleran untuk menjaga hak hukum Veby terpenuhi sesuai hukum setempat.”
Awal mula insiden penembakan yang mengenai mata kanan Veby
Insiden itu terjadi pada hari Minggu sore, 29 September, ketika Veby, 39 tahun, berada di tengah-tengah siaran langsung Facebook, meliput kerusuhan untuk media Suara Hong Kong News, sebuah surat kabar berbahasa Indonesia di Hong Kong.
Surat kabar ini terutama memuat cerita tentang pekerja migran Indonesia dan masalah sosial lainnya di Hong Kong. Veby, seorang associate editor di Suara, datang ke Hong Kong pada tahun 2012.
Saat kejadian Veby sedang meliput demonstrasi puluhan ribu orang pada hari Minggu sebagai bagian dari kampanye antipemerintah Hong Kong yang sedang berlangsung yang dipicu oleh RUU Ekstradisi yang kini dicabut.
Veby, yang mengenakan rompi pers, berdiri di jembatan layang yang menghubungkan Menara Imigrasi ke stasiun MTR Wan Chai dan dipukul di wajahnya oleh proyektil yang ditembakkan oleh polisi. Dia mengalami luka di dahi dan matanya.
“Saya mengenakan helm dan kacamata pelindung. Saya berdiri dengan jurnalis lain. Saya mendengar seorang jurnalis berteriak, ‘Jangan tembak, kami jurnalis’. Tapi polisi menembak. Hal berikutnya yang saya tahu … saya jatuh,” kata Veby dalam sebuah wawancara dengan South China Morning Post pada Ahad.
Dia mengatakan polisi mundur dari jembatan ketika seseorang menembak ke arah sekelompok pendemo dan wartawan.
Pada konferensi pers pada hari berikutnya, Kepala Inspektur John Tse Chun-chung mengatakan ada wartawan dan pengunjuk rasa di tempat kejadian. Menurutnya, pendemo di dekat Veby melemparkan setidaknya dua bom bensin dari jembatan, yang membahayakan nyawa polisi.
“Kami telah mengirimkan simpati kami kepada jurnalis dan menghubungi dia melalui perwakilan dari konsulat Indonesia. Dia mengatakan dia perlu istirahat dan menolak untuk memberikan pernyataan kepada polisi, tetapi dia akan mengajukan pengaduan melalui pengacaranya nanti,” kata Kepala Inspektur Hong Kong tersebut.