CakapCakap – Cakap People! Jumlah perokok anak terus bertambah sehingga keinginan untuk memiliki generasi unggul di masa datang ikut terancam.
Yayasan Lentera Anak mencatat jumlah anak perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga harus menjadi perhatian serius banyak pihak jika ingin menikmati bonus demografi.
“Pada 2018, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar, jumlah anak perokok menjadi 9,1 persen dari total perokok di Tanah Air,” kata Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari, di Padang, 28 September 2019.
Menurutnya, salah satu program kerja pemerintah adalah menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan rokok mengandung zat adiktif yang mempengaruhi otak bagian depan.
“Otak bagian depan itu belum berkembang sempurna sampai usia 20 tahun. Kalau anak merokok maka mempengaruhi otak bagian depan tersebut sehingga menimbulkan gangguan kognitif dan kemampuan mengambil keputusan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, jika anak merokok maka masa pertumbuhannya diganggu oleh nikotin dan bagaimana akan lahir sumber daya manusia yang unggul kalau kemampuan kognitif anak terganggu.
Tidak hanya perokok aktif, ia menyebutkan saat ini terdapat 60 juta anak perokok pasif dengan bahaya yang juga sama dengan perokok aktif.
“Anak-anak tidak berdaya karena bapaknya, pamannya, dan keluarganya merokok di sekitar mereka sementara asap tersebut cukup berbahaya,” ujarnya.
Menurutnya, kalau seandainya anak perokok dibiarkan saja dan tidak dilakukan tindakan apapun, baik pencegahan maupun perlindungan, maka di 2030 jumlah perokok anak akan naik jadi 15,90 persen.
“Artinya, kita akan gagal mendapatkan bonus demografi karena anak-anak yang sekarang akan jadi manusia produktif mengalami sakit karena dampak rokok sehingga tidak bisa lagi menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Besli Rahmat, mengatakan di Sumbar sudah ada peraturan daerah tentang kawasan dilarang merokok. Akan tetapi, ia mengakui pelaksanaannya belum efektif karena masih banyak yang melakukan pelanggaran. Oleh sebab itu, perlu dicari formulasi yang tepat agar bisa terlaksana dengan baik.