in

Inilah yang Terjadi pada Tubuh Saat Tinggal di Luar Angkasa

Benarkah kehidupan astronot di luar angkasa itu seindah fantasi seperti di film-film fiksi ilmiah?

CakapCakapCakap People! Tak sedikit dari kita yang ingin merasakan bagaimana kehidupan dan tinggal di luar angkasa layaknya astronot. Memandang hamparan luas angkasa dan melihat bintang di ruang hampa udara. Terkesan menakjubkan dan membuat banyak orang memilki impian yang luar biasa itu. Tapi, benarkah kehidupan astronot di luar angkasa itu seindah fantasi seperti di film-film fiksi ilmiah?

Kehidupan astronot di luar angkasa ternyata tidak selamanya seindah fantasi yang disuguhkan berbagai film fiksi ilmiah. Hidup di luar angkasa bahkan dapat memberi beberapa dampak yang tidak nyaman bagi tubuh.

“Kami kehilangan satu persen massa tulang kami setiap bulan,” ungkap mantan astronot Captain Scott Kelly, seperti dilansir Mirror.

Ilustrasi Astronot. (Foto: Pixabay)

Penurunan massa tulang ini terjadi karena kehidupan di luar angkasa tidak memiliki gravitasi. Tidak adanya gravitasi membuat tubuh berpikir bahwa tulang tak lagi diperlukan untuk menopang berat tubuh.

“Dalam 100 bulan, secara teori, Anda tidak akan memiliki tulang yang tersisa,” tutur Kelly.

Studi yang dilakukan NASA juga menunjukkan bahwa luar angkasa memberi pengaruh yang cukup aneh bagi tubuh astronot. Studi ini melibatkan Scott Kelly dan saudara kembarnya Mark Kelly.

Dalam studi ini, Mark tetap tinggal di bumi sedangkan Scott tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama lebih dari satu tahun. Selama masa ini, tim peneliti dari NASA melakukan perbandingan antara kondisi tubuh Scott dan Mark untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan.

Salah satu temuan awal dari studi ini menunjukkan bahwa pergi ke luar angkasa  cukup mempengaruhi proses penuaan. Hal ini terlihat setelah tim peneliti membandingkan telomere pada kromosom Scott dan Mark.

Telomere umumnya bertambah pendek seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Akan tetapi, telomere yang dimiliki Scott justru tampak bertambah panjang ketika ia masih tinggal di luar angkasa.

“Kami terkejut, itu merupakan reaksi pertama kami,” ungkap Profesor Susan Bailey dari Colorado State University seperti dilansir Independent.

Akan tetapi, panjang telomere Scott tampak berkurang secara drastis setelah menjalani penerbangan kembali ke bumi. Scott saat ini memiliki lebih banyak telomere pendek dibandingkan telomere panjang.

Tinggal di luar angkasa selama satu tahun juga dinilai setara dengan tinggal di lingkungan yang penuh tekanan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan pada tingkat ekspresi gen dan flora usus Scott.

Ilustrasi astronot. (Foto: Pixabay)

Kehidupan di luar angkasa juga turut mengubah bentuk bola mata Scott. Salah satu perubahan yang terjadi adalah saraf retina menjadi lebih tebal. Scott juga diketahui mengalami penurunan pada beberapa kemampuan kognitif.

Kabar baiknya, lebih dari 90 persen perubahan-perubahan pada tubuh ini bisa kembali normal dalam jangka waktu enam bulan setelah astronot pulang ke bumi. Temuan ini menunjukkan bahwa astronot bisa kembali dalam kondisi yang relatif sama setelah tinggal di luar angkasa.

“Ada perubahan dramatis, ada ribuan perubahan gen dan molekul yang terjadi ketika seseorang pergi ke luar angkasa,” ujar peneliti dari Stanford University School of Medicine Dr Mike Snyder.

REPUBLIKA

One Comment

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hanya Bisa Dikonsumsi dari Maret hingga Oktober, Inilah Minuman Kurma Khas Tunisia “Legmi”

Stres Lebih Membahayakan Jantung Wanita Daripada Pria