in ,

Inilah Peri dan Makhluk-Makhluk Halus yang Menghuni dan Dipercayai Oleh Warga Islandia

CakapCakapCakap People! Menurut sebuah studi oleh University of Iceland, sekitar 62% orang Islandia percaya bahwa keberadaan peri lebih dari sekedar dongeng.

Ilustrasi. (Foto)

Ketika berumur sembilan tahun, Jófríður Ákadóttir dihukum karena mengganggu seorang peri. Atau setidaknya, begitulah yang dia percayai. “Kami bermain di lapangan di antara gedung apartemen di Reykjavík,” kata penyanyi dan penulis lagu Islandia tersebut.

“Ada satu batu yang lebih besar dari yang lainnya yang menjulang di lapangan. Kami yakin itu batu peri, dan Anda tidak boleh mengganggu peri,” kisahnya. 

“Batu itu dua kali ukuran saya, dan dengan sedikit perjuangan saya berhasil naik ke sana. Teman-teman saya memperingatkan bahwa itu bukan ide bagus.”

“Dan kemudian saat berada di atas, saya melompat turun dan mendarat sambil tak sengaja menggigit bagian dalam mulut sampai berdarah. Saya berlari pulang, menangis, dan tidak pernah menyentuh batu itu lagi.”

Kisah Ákadóttir hampir tidak unik. Islandia adalah negara yang penuh dengan kisah-kisah peri, makhluk kecil yang mirip manusia dengan telinga runcing. Atau tentang ‘orang tersembunyi’ (mahluk supranatural, disebut huldufólk dalam bahasa Islandia) dan jika kamu berpikir Tinkerbell, ya, kira-kira seperti itu.

Mereka dipercaya oleh warga Islandia sebagai makhluk yang cinta damai, hidup berdampingan bersama manusia dan terlibat dalam aktivitas sehari-hari yang sama. Aktivitasnya termasuk memancing, bertani, membesarkan keluarga, dan kadang-kadang memberi bantuan kepada manusia yang kalau tidak dibantu akan mati, seperti diindikasikan legenda yang beredar.

Menurut sebuah studi oleh University of Iceland, sekitar 62% orang Islandia percaya bahwa keberadaan peri lebih dari sekedar dongeng. (Foto: Ian Young)

Menurut sebuah studi 2007 oleh University of Iceland, sekitar 62% warga Islandia percaya bahwa keberadaan makhluk-makhluk ini lebih dari sekadar dongeng. Statistik ini mencakup orang beragama, dan para agnostik yang condong ke arah ‘ya, kenapa tidak?’.

Sigtryggur Baldursson, seorang warga lokal Reykjavik, masuk dalam kategori itu: berpikiran terbuka tapi mempertanyakan.

Ibunya mengatakan bahwa dia dibesarkan di sebuah peternakan Islandia dengan teman-teman yang tidak bisa dilihat anak-anak lain. (Dia menjelaskan bahwa ini mungkin hanya “teman khayalan”). Tapi saat neneknya tiba-tiba sembuh dari kanker parah, dia bertanya-tanya apakah ibunya benar-benar berteman dengan huldufólk.

“Suatu malam ibu saya bangun dan melihat dokter datang ke kamar dan mulai merawat nenek saya,” katanya.

“Dia mengikuti percakapan perawat dan dua dokter. Mereka berbicara satu sama lain dan salah satu dokter berkata, ‘Saya pikir ini akan baik-baik saja’.”

“Ibu saya lega, dan kembali tidur. Di pagi hari, dia bertanya pada nenek, yang baru saja bangun: ‘Apakah nenek berbicara dengan para dokter tadi malam?’. Neneknya berkata, “Dokter apa? Tidak ada dokter di sini’. Dan kemudian, setelah itu, dia pulih secara ajaib.”

Magnús Skarphéðinsson punya teori. Skarphéðinsson mengelola Elfschool di Reykjavik, perpanjangan Paranormal Foundation of Iceland (Yayasan Paranormal Islandia) yang memperkenalkan para pelancong akan topik tentang mahluk gaib Islandia. Dilabeli sebagai ajaran (dalam arti kata yang paling longgar), itu lebih merupakan forum terbuka untuk membahas sihir dan cerita rakyat.

Pertemuan berlangsung sambil makan kue dadar dan minum kopi di perpustakaan yang penuh dengan ornamen peri, termasuk patung-patung seukuran manusia.

Sambil melemparkan permen ke kelas dan membuat lelucon tentang peri, Skarphéðinsson mengakui bahwa dia tidak pernah bertemu dengan peri atau huldufólk secara langsung. (“Di dunia peri, mereka pikir saya maniak!” Dia terkekeh.)

Skarphéðinsson mewawancarai 900 orang Islandia yang penah bertemu peri. Angka itu termasuk 75 yang mengaku telah menjalin pertemanan dengan peri, dan 35 yang mengaku telah diundang ke rumah peri. (Foto: Ian Young)

Namun, dia mewawancarai lebih dari 900 orang Islandia yang penah bertemu peri. Angka itu termasuk 75 orang yang mengaku telah menjalin pertemanan dengan peri, dan 35 orang yang mengaku telah diundang ke rumah peri. Itu lebih dari sekadar mempercayai pengalaman teman, atau saudara atau ibu sendiri.

Islandia, menurutnya, adalah tempat unik yang terbuka terhadap ide-ide non-tradisional, sehingga menjadikannya aman bagi peri untuk mengungkapkan diri.

Meskipun Elfschool adalah versi main-main tentang apa yang dipandang Skarphéðinsson sebagai subjek penting, dia sangat serius ketika membahas topik turunnya keyakinan warga Islandia pada peri.

“Kami mungkin akan hidup dalam masyarakat yang benar-benar berbeda jika Zaman Pencerahan tidak dimulai pada tahun 1700-an,” katanya. “Tetapi Pencerahan memiliki harga yang mengerikan, yaitu membunuh iman. Iman adalah salah satu perekat yang menjaga peradaban bersama.” “Dan tak hanya membunuh iman, tapi juga membunuh mitos. Dan kemampuan supranatural. Banyak orang percaya pada peri di Islandia karena kami terisolasi.”

“Pencerahan tidak sampai ke Islandia hingga 1941 ketika tentara Amerika menyerbu Islandia. Kemudian kami mendapatkan Pencerahan dan itu mulai menyingkirkan para peri.”

Penduduk Islandia yang percaya pada peri membawa kepercayaannya berdampingan dengan ateisme atau agama tradisional.

Penduduk Islandia yang percaya pada peri membawa kepercayaannya berdampingan dengan ateisme atau agama tradisional. (Foto: Ian Young)

Selama kelasnya, Skarphéðinsson menceritakan kisah-kisah para imam Islandia yang membaptis anak-anak huldufólk (sebuah gerakan, teorinya, untuk membangun jembatan antara dua komunitas).

Dia juga membagikan buku pegangan Icelandic Fairytales yang berisi kisah The Elfchurch of Tungustapi, tentang seorang manusia yang menemukan gereja peri.

Baldursson ingat bahwa ibunya, seorang Kristen yang taat, juga merasakan hal yang sama.

“Ada banyak hal dalam kehidupan spiritual yang saya tidak tahu,” Baldursson mengingat komentar ibunya.

“Tetapi saya percaya bahwa saya adalah teman Kristus dan dia adalah teman saya, dan saya akan baik-baik saja,” sebut ibunya.

Pam Shaffer, seorang terapis berlisensi, berpendapat bahwa mempercayai sesuatu yang lebih besar dari diri kamu sendiri dapat menginspirasi keyakinan positif lainnya. Jika duniamu sudah cukup luas untuk menyertakan peri, mengapa tidak berpikir lebih besar? “Pemikiran magis sebenarnya menguntungkan manusia secara umum,” kata Shaffer.

“Bahkan jika kamu sendiri belum berinteraksi dengan peri atau huldufólk, meyakini bahwa mereka ada di luar sana dapat memperluas pandangan dunia kamu, yang mengarah ke fleksibilitas pemikiran dan keterbukaan pikiran,” tambahnya.

“Ini bermanfaat karena orang yang secara mental dan emosional fleksibel lebih bisa mengatasi cobaan kehidupan dan punya hubungan yang lebih baik secara keseluruhan. Pada dasarnya, mempercayai dunia di luar kita sendiri akan memperluas cakrawala tentang apa yang mungkin.”

Sulit untuk menentukan berapa banyak penduduk Islandia yang benar-benar percaya pada peri atau huldufólk. Tentu saja, kepercayaan pada peri terkait erat dengan pasar pariwisata yang terus berkembang di negara itu.

Selain burung puffin, benda terkait peri adalah suvenir populer — dan ‘orang pintar’ yang membawa turis berjalan-jalan untuk bertemu dengan para peri telah menjadi industri rumahan.

Batu besar yang dipercaya sebagai tempat tinggal para peri. (Foto: Ian Young)

Namun, ada juga gagasan bahwa kehidupan sehari-hari di Islandia dirancang untuk ikut menyertakan peri. Pada 2013, sebuah kelompok yang dipimpin oleh Ragnhildur Jónsdóttir memprotes jalan yang akan menggusur rumah-rumah komunitas huldufólk yang terletak di sebuah lahan lava.

Secara umum warga meyakini bahwa peri dan huldufólk membuat rumah mereka di dalam batu besar yang ditemukan terutama di pantai dan ladang lava — yang menurut Skarphéðinsson lebih stabil antar dimensi. Pembangunan pun dihentikan, sementara pemerintah bekerja untuk menemukan solusi damai.

G Pétur Matthíasson, kepala komunikasi di Icelandic Road and Coastal Administration, melihat perubahan rencana sebagai langkah praktis, bukan dimotivasi oleh keyakinan. “Salah satu pengunjuk rasa melihat dari sudut pandang peri,” jelasnya tentang protes dan resolusi.

“Dia tertarik dengan batu besar yang ada di garis jalan ini. Kami kemudian memeriksanya, bukan karena percaya pada peri, tetapi percaya bahwa peri atau orang yang tersembunyi adalah bagian dari warisan budaya kami.” “Kami melihat formasi batu besar ini dan melihat bahwa itu unik, dan memutuskan bahwa karena kami bisa memindahkan jalannya, kami akan mencoba melakukan itu.”

Tentu saja, dalam populasi sekitar 340.000 orang, memahami kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut tetangga menjadi pertimbangan penting dalam menjaga perdamaian.

Memahami kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut tetangga Anda menjadi pertimbangan penting dalam menjaga perdamaian. (Foto: Ian Young)

Di Hafnarfjörður, pinggiran Reykjavík, misalnya, kuil peri (altar kecil, kadang-kadang dengan lilin) dan batu-batu lava yang tidak diganggu, memenuhi pekarangan rumah, terutama yang mengelilingi Taman Hellisgerdi.

Tempat ini dikenal sebagai tempat terjadinya aktivitas peri, dan lokasi favorit untuk mereka yang ingin melihat peri.

Bahkan ada sebuah batu besar di halaman Þjóðkirkjan, cabang gereja nasional Islandia, dibiarkan begitu saja agar tidak mengganggu penghuninya.

Ini, bersama dengan tanda-tanda kartun yang menyebutkan kehadiran peri, berfungsi sebagai pengingat keberadaan dunia lain di Islandia, seiring dengan berjalannya kehidupan sehari-hari.

Michael Nawrocki, orang Amerika yang menjadi salah satu sutradara film dokumenter Islandia: A Story of Belief, berjalan di jalanan itu ketika sedang syuting.

Dia melihat tingkat keyakinan pada huldufólk yang sama seperti yang dilihatnya selama perjalanan pertamanya ke Islandia itu pada tahun 2016.

“Katakanlah Anda seorang pemilik rumah dan Anda memiliki formasi batu di halaman belakang Anda yang telah ditetapkan sebagai batu peri. Jika Anda merusak batu itu, tetangga Anda akan keluar dan berkata, “Apa yang Anda lakukan, itu kan batu peri?’,” katanya, menceritakan salah satu kisah yang terungkap saat syuting.

Orang Islandia percaya bahwa batu seperti ini adalah rumah peri. (Foto: Ian Young)

Itu akan berarti masalah untukmu. Sekitar 80-90% penduduk Islandia akan membiarkan [batu] itu. Sebagian penyebabnya adalah keyakinan bahwa mungkin ada sesuatu di sana. Sebagian lainnya adalah warisan budaya.”

“Tak apa saya tak punya bak mandi panas demi batu peri saya,” kira-kira begitulah pendapat masyarakat Islandia.

Tetapi bagi orang percaya seperti Skarphéðinsson, keberadaan peri lebih dari sekadar kesempatan untuk bertanya ‘bagaimana jika’.

Dia menggambarkan keyakinannya sebagai peluang untuk menerapkan sains dan alasan untuk menjawab beberapa pertanyaan terbesar kehidupan — dan merangkul fakta bahwa tidak seorang pun akan memiliki semua jawaban.

“Kami tidak tahu mengapa makhluk ini ditarik bolak-balik antar dimensi,” katanya.

“Satu-satunya hal yang dapat Anda lakukan adalah mengumpulkan semua pengalaman orang. Satu-satunya sumber informasi adalah menemukan semua saksi dan menanyakan secara rinci: Seperti apa bentuknya? Apa yang mereka kenakan? Apa pendapat mereka tentang Tuhan dan kekekalan? Kenapa mereka disini?” Kemudian, dia menjadi kurang serius dan menertawakan dirinya sendiri.

“Teman-teman saya telah bertanya pada para peri, “Mengapa kau tidak mengundang Magnús?”, katanya, terkekeh dengan jawaban mereka: “Kami tidak bisa. Kami khawatir kami tidak akan bisa mengusirnya lagi’.”

Source: BBC Travel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pesawat Boeing 737 Ini Tergelincir dan Tercebur Ke Sungai Saat Badai di Bandara Florida

Mau Skutik Petualang Honda X-ADV? Segini Banyak Uang yang Harus Disiapkan!