in

Merantau, Menepis Gengsi Berjualan Ikan di Pasar, Demi Melanjutkan Kuliah dan Hidup Mulia

Sebenarnya tidak malu, tapi lebih kepada gengsi saat jualan ikan. Karena merasa rendah. Padahal tidak. Itu adalah pekerjaan yang baik. Awalnya malu-malu, tapi kemudian terbiasa melakukannya.” – Mudrikan Nacong, Staf Biro Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, 32 Tahun –

CakapCakap – “Takunjunga bangun turu’ naku gunciri’ gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya.” Artinya; saat mata terbuka, ketika bangun di pagi hari, arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana kaki akan melangkah, dan pasang tekad; lebih baik tenggelam daripada balik haluan (pulang kembali ke rumah) sebelum tercapai cita-cita. Atau, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai, sebelum tercapai pulau harapan. Begitulah ungkapan Makassar. Salah satu prinsip yang biasanya dipegang erat oleh orang Bugis-Makassar saat ‘merantau’ di tanah orang.

Termasuk Mudrikan Nacong. Pria kelahiran Makassar, berdarah Soppeng dan Barru yang juga pernah tinggal di Pulau Sebatik, Nunukan, perbatasan Kalimantan-Malaysia ini, merantau ke Berau dengan harapan mendapatkan pekerjaan, pengalaman dan kehidupan yang layak setelah menyelesaikan sekolah menengahnya di SMA Negeri 1 Makassar. Namun, rupanya harapan tak selalu sesuai rencana. Perusahaan yang ditujunya ternyata telah tutup!

Foto : Dok. Pribadi/Mudrikan Nacong

Malu untuk kembali ke Pulau Sebatik di mana Ayah dan keluarganya membangun usaha sebagai tukang emas dan membuka toko perhiasan kecil-kecilan, ia memilih untuk bertahan tinggal dan hidup, merantau di Berau.

Tak ingin menyusahkan dan malu untuk meminta biaya hidup dari orang tua, ia yang saat itu berusia 18 tahun, akhirnya memutuskan menjadi penjual ikan di pasar. 

“Sambil menunggu panggilan kerja di Berau, Kalimantan, saya jalan-jalan ke jembatan dekat Kota Berau (Tanjung Redeb). Melihat ke bawah jembatan, ada sebuah pasar. Ada penjual ikan di sana. Saya ngobrol dengan penjualnya yang ternyata adalah perantau Bugis-Makassar. Dialah yang akhirnya mengajak saya berjualan ikan,” ia berkisah saat berbincang dengan Cakap Team, Jum’at, 5 April 2019, di Bone, Sulawesi Selatan.

Ia harus melanjutkan hidup di Berau. Memilih tinggal bersama pekerja tambak ikan dan buruh bangunan kasar meski ia memiliki keluarga (sepupu) saat di Berau. Mudrikan menikmati momen itu. Ia belajar bagaimana berinteraksi dan bekerja keras demi sebuah kehidupan yang lebih baik.

Saat remaja seusianya sibuk dengan aktivitas mudanya, ia tanpa malu memilih berjualan ikan di pasar. Setiap hari harus bangun pagi dan mulai berjualan jam 5 pagi-jam 10 pagi, dengan keuntungan Rp150-Rp250 ribu per harinya pada tahun 2005.

“Sebenarnya tidak malu, tapi lebih kepada gengsi saat jualan ikan. Karena merasa rendah. Padahal tidak. Itu adalah pekerjaan yang baik. Awalnya malu-malu, tapi kemudian terbiasa melakukannya,” ucapnya.

Foto : Dok.Pribadi/Mudrikan Nacong

Setelah tiga bulan berjualan ikan, ia akhirnya diterima sebagai sales motor dan mobil di salah satu perusahaan dealer di Berau. 

Menjalani profesi sebagai sales motor dan  mobil pun, banyak tantangan hidup yang dialaminya. Keluar masuk desa/kampung dan bertemu penduduk asli Dayak. Ia bahkan pernah ditolak dan dilempar kertas daftar harga kendaraan oleh calon pembeli. “Waktu kerja nyales pun, ditolak bahkan pernah dilempar kertas daftar harga kendaraan,” kenangnya.

Peristiwa itu menambah getir dan perih dalam hidupnya. Ada masa ia merasa tak sanggup menghadapi semua di usianya saat itu. Saking tak kuatnya, ia bahkan pernah meluapkan tangisnya di sebuah puncak bukit di Berau yang menjadi tempat pelarian favoritnya saat merasa hatinya sedang sempit dan sedih atau sedang lelah.

Akhirnya, ia memutuskan kembali ke Makassar untuk mengikuti ujian SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang saat ini bernama SNMPTN di Universitas Hasanuddin Makassar. Ia diterima di Fakultas Ilmu Komunikasi, Unhas, tahun 2006. Hasil tabungan berjualan ikan dan bekerja sebagai sales, ia gunakan untuk biaya kuliah selama dua tahun awal. Saat kuliah, ia juga bekerja di media, mulai dari koran, presenter televisi lokal dan penyiar radio. Selanjutnya Ia banyak menerima beasiswa.

Penerima beasiswa Study of the U.S. Institutes ( SUSIs) for Student Leaders di Amerika Serikat angkatan pertama ini mengaku, saat paling berat dalam hidupnya adalah ketika Ibu yang begitu dicintainya harus berpulang terlebih dahulu akibat menderita stroke. Pada waktu itu dia merawat ibunya yang sakit stadium awal, ia juga sedang mengikuti sebuah audisi film layar lebar “Ketika Cinta Bertasbih” bersama rekannya Andi Arsyil. Meski tak terpilih, ia sempat kontrak managemen sinetron dan serial FTV, namun tak diambilnya.

Foto : Dok.Pribadi/Mudrikan Nacong

Selama kuliah, mantan penjual ikan ini aktif sebagai Ketua Angkatan, organisasi kampus dan sejumlah perlombaan yang mewakili kampusnya, yang hampir keseluruhannya selalu dimenangkannya. Dari sekian lomba, salah satu yang mengesankan dalam hidupnya adalah saat ia memenangkan lomba menulis esai buku “Harus Bisa!” dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu yang membawanya ke Istana Negara bersama tokoh muda lainnya berdialog termasuk artis Agnes Monica.

Perjalanan hidupnya tak sampai di situ saja. Mudrikan yang sempat mengenyam pendidikan di Southern Illinois University (SIU), Illinois, Amerika Serikat ini juga pernah mengikuti reality TV show kepemimpinan bertajuk “I Am President”, yang berhadiah Rp1 miliar. Ia mewakili provinsi Sulawesi Selatan bertarung melawan pesaingnya dari seluruh provinsi di Indonesia sebagai peserta paling muda. Meski tak juara, ia masuk lima besar tingkat nasional. Demi lomba yang berlangsung selama 1,5 tahun ini dan membawa nama Makassar, ia rela meninggalkan tawaran bergabung di salah satu televisi swasta nasional sebagai jurnalis, mengabaikan tawaran kembali seleksi beasiswa master luar negeri, dan praktis menjadi mahasiswa selama tujuh tahun di Unhas.

Penampilan Mudrikan Nacong saat mengikuti “I Am President” di Jakarta. (Foto : Dok.Pribadi)

Meski sempat menyesal mengabaikan tawaran menggiurkan dalam hidupnya saat mengikuti “I Am President”, namun ia mengaku mendapat banyak manfaat dari ajang itu. Salah satunya adalah bermanfaat di bidang pekerjaannya saat ini di Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang ia sebut bertugas menjaga citra dan marwah kepemimpinan Sulawesi Selatan. Ia menerapkannya saat kepemimpinan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Pejabat Gubernur Sulawesi Selatan Soni Sumarsono dan saat ini untuk Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

“Jalani saja setiap ujian dan tantangan dalam hidup ini dengan berusaha dan berdoa. Jika saja semua hal belum berjalan sesuai keinginan kita, mungkin karena usaha kita yang kurang, atau ada orang lain yang lebih pantas mendapatkannya dan akan mendatangkan banyak manfaat ketimbang kita. Ketika merasa hidupmu masih “abu-abu”, jalani saja dan berfikirlah positif. Yakinlah, bahwa itu akan bermanfaat dan berguna untuk kehidupanmu selanjutnya. Jika ada kesempatan di berbagai bidang, jangan pernah sia-siakan kesempatan itu. Ambillah, meski kita tak ahli dalam bidang itu. Dengan proses dan semangat belajar, kita bisa melakukan yang terbaik,” pesan Mudrikan yang juga Presenter iNews TV Sulawesi Selatan ini.

One Comment

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Inilah Manfaat Baik dari Senam Irama yang Akan Kamu Dapatkan!

Ternyata Zumba Bisa Bantu Lawan Kanker, Begini Caranya!