CakapCakap – Cakap People! Suhu panas mengakibatkan gletser dan salju di Gunung Everest mencair.
Mencairnya gletser dan salju itu memunculkan banyak mayat pendaki di Gunung Everest tersebut. Operator ekspedisi Gunung Everest menemukan semakin banyak mayat pendaki di puncak tertinggi dunia saat suhu tinggi mencairkan gletser dan salju.
Sejak 1922, lebih dari 200 pendaki gunung telah tewas di puncak tersebut ketika kematian pendaki pertama di Everest dicatat. Mayoritas mayat diyakini masih terkubur di bawah gletser atau salju.
“Karena dampak perubahan iklim dan pemanasan global, salju dan gletser mencair dengan cepat dan mayat-mayat semakin terekspos dan ditemukan oleh para pendaki,” kata Ang Tshering Sherpa, mantan Presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal, kepada CNN, Senin 25 Maret 2019.
Ang mengatakan, pada 2008, perusahaannya telah membawa turun sebanyak tujuh mayat pendaki. “Beberapa berasal dari pendaki eksepdisi Inggris pada 1970an,” kata dia.
Keadaan Semakin Buruk
Studi menunjukkan bahwa gletser di wilayah Everest mencair dan menipis.
Sobit Kunwar, seorang pejabat Asosiasi Pemandu Gunung Nasional Nepal, mengatakan kepada CNN: “Ini adalah masalah yang sangat serius karena semakin umum dan mempengaruhi operasi kami.”
“Kami benar-benar khawatir tentang ini karena semakin buruk. Kami berusaha menyebarkan informasi tentang hal itu sehingga bisa ada cara yang terkoordinasi untuk menghadapinya.”
Bendahara asosiasi, Tenzeeng Sherpa, mengatakan bahwa perubahan iklim memengaruhi Nepal dengan cepat. Dikatakannya juga bahwa sebagian gletser mencair satu meter setiap tahun.
“Sebagian besar mayat yang kita bawa ke kota, tetapi yang tidak bisa kita bawa kita hormati dengan berdoa untuk mereka dan menutupi mereka dengan batu atau salju.”
Ia menyayangkan kurangnya tindakan pemerintah dalam menangani mayat yang ditemui di gunung. “Kami belum melihat pemerintah mengambil tanggung jawab apa pun,” katanya.
Misi Hercules untuk Pengangkutan Mayat-Mayat di Gunung Everest
Mengangkut dan memindahkan mayat pendaki dari perkemahan yang lebih tinggi bisa berbahaya dan butuh biaya mahal.
Ang Tshering Sherpa, salah satu murid pertama yang belajar di sekolah pendakian gunung yang dibangun oleh pendaki Selandia Baru, Edmund Hillary dan perintis pariwisata Everest, mengatakan bahwa salah satu pengangkutan mayat paling berbahaya adalah pada ketinggian 8.700 meter, dekat puncak.
“Mayat pendaki itu memiliki berat 150 kg [23,6 batu] dan itu harus dibawa dari tempat yang sulit pada ketinggian itu. Itu adalah tugas yang sangat besar,” katanya.
Dia menambahkan bahwa butuh waktu lama untuk mendapatkan dana dari pemerintah untuk memindahkan mayat para pendaki. “Tapi sebagai operator, sudah menjadi tanggung jawab kami untuk membawa mayat itu jika kami menemukannya.”
2 Comments
Leave a Reply2 Pings & Trackbacks
Pingback:Gunung Agung Kembali Meletus, Seluruh Penerbangan Dari dan Ke Bali Dibatalkan - CakapCakap
Pingback:Air Hangat yang Mengkhawatirkan Ditemukan di Bawah Gletser ‘Hari Kiamat’ di Antartika - CakapCakap