Satu lagi tradisi unik masyarakat di Sulawesi yang unik dan hingga saat ini masih sering diselenggarakan yaitu tradisi Mappere. Tradisi yang satu ini merupakan salah satu pesta rakyat yang sudah menjadi tradisi tahunan bagi beberapa desa di Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Bahkan sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan kecamatan ini menjadikan mappere sebagai ritual dan bentuk kesyukuran atas hasil panen yang telah diperoleh lho Sobat Millennials Cakapcakap.
Untuk waktu pelaksanaan tradisi mappere ini biasanya dilakukan secara tidak menentu. Tetapi biasanya masyarakat menggelar tradisi ini pada akhir tahun terutama pada bulan Oktober sampai Desember. Perlu Millennials ketahui bahwa Mappere berasal dari bahasa Bugis yang memiliki arti bermain ayunan. Dimana bermain ayunan sudah bukan menjadi hal yang baru bagi masyarakat Indonesia.
Tetapi dalam tradisi mappere ini, ayunan yang digunakan bukanlah sembarang ayunan. Sebab ayunan yang digunakan dalam tradisi ini menggunakan ayunan yang memiliki ketinggian belasan meter. Dalam prosesi tradisi mappere ini biasanya akan dimulai dengan pemuka adat yang membacakan mantra untuk keselamatan para gadis agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pelaksanaan tradisi.
Pada saat pemuka adat membacakan mantra tersebut biasanya para warga sudah berkumpul di lokasi dengan jumlah warga mencapai ribuan orang. Ketika pemuka adat membacakan mantra itulah menjadi pertanda bahwa tradisi mappere akan segera dimulai.
Para pemain yang akan menaiki ayunan dipastikan akan membuat para penonton merasa terpukau namun juga mendebarkan jantung mereka. Tak jarang para penonton yang menyaksikan tradisi ini justru berteriak dan khawatir akan keselamatan para pemain yang tak lain adalah para gadis desa yang secara bergantian berayun di udara sambil melenggak-lenggokan kedua tangannya.
Selain itu dalam pelaksanaan tradisi tersebut akan ada beberapa pria dewasa yang bertugas menarik tali ayunan sekuat-kuatnya. Pesta rakyat yang satu ini memang sangatlah menantang dan memacu adrenalin. Bahkan para pemain tradisi ini harus benar-benar memiliki nyali yang tinggi karena ayunan tersebut akan diayunkan hingga belasan meter bahkan dengan putaran mencapai 180 derajat. Wahh, ngeri plus penasaran gak sih.
Uniknya para gadis pemain tradisi mappere ini harus menggunakan baju bodo sebagai pakaian adat suku Bugis. Sedangkan untuk ayunan raksasa yang digunakan tersebut dibuat dari pohon bambu dan pohon randu yang diikatkan sebagai penyangga. Sedankan beberapa bambu lainnya digunakan untuk gantungan tali rotan sebagai tali ayunan. Unik sekaligus ekstrim ya Millennials, berani coba? [ED/RM]