Saat menggunakan jari-jemari, segala sesuatu tampak seperti tombol. Tapi, pernahkah kamu membayangkan apa yang bakal terjadi kalau kamu tidak bisa menekan tombol? Atau, katakanlah, ketika kita hendak menggunakan robot, bagaimana cara robot berinteraksi dengan dunia nyata nantinya? Bagaimana cara robot menekan tombol? Hal ini tampak sepele, tapi menjadi kajian serius di antara para peneliti di Aalto University di Finlandia dan KAIST di Korea Selatan. Mereka tertantang untuk mengetahui bagaimana awal mula manusia menekan tombol.
Bagi orang awam seperti kita, tidak ada yang istimewa dan mengherankan dari cara jari menekan tombol. Padahal, cara kita menekan tombol di remote control sangat berbeda saat jari yang sama menekan tuts piano. Cara para pianis menekan tuts piano begitu elegan dan indah dipandang mata, dan sepenuhnya memperhatikan timing dan seberapa besar energi yang digunakan untuk menekan. Kita bisa menekan tombol tanpa pernah tahu bagaimana cara kerja sebuah tombol sebenarnya; menjadikan tombol sebagai sebuah kotak hitam di mata sistem motorik kita.
Dari hasil pengamatan atas tombol, para peneliti ini mendapati kalau tombol tekan jauh lebih berfungsi ketimbang tombol sentuh. Mereka juga menemukan fakta kalau tombol terbaik adalah tombol yang langsung bereaksi dengan tumbukan maksimum. Selain itu, para peneliti ini menciptakan tombol jenis baru yang mereka namakan ‘Impact Activation’, yang notabene merupakan tombol hanya akan aktif begitu ditekan sepenuhnya.
Kajian ini membuat para peneliti semakin penasaran dengan cara otak bekerja saat kita menekan tombol. Satu hal yang pasti, ketika kita menekan tombol, sebenarnya otot kita tidak bekerja sepenuhnya karena masing-masing tombol punya sensitifitas tekanan yang berbeda. Para peneliti ini kagum dengan cara otak membedakan teknik penekanan, besar tekanan dan bagian mana dari tombol yang harus ditekan agar memberi dampak yang diberikan. Kemampuan otak untuk memahami dan beradaptasi inilah yang membuat mereka terheran-heran.
Mereka memprediksi kalau otak pada mulanya bekerja menurut pemodelan. Di sini, menurut mereka, otak menggunakan model dan algoritma tertentu yang memungkinkannya bisa memprediksi perintah motorik seperti apa yang paling pas untuk menekan sebuah tombol. Kalau ternyata cara menekannya salah, maka otak memerintahkan teknik penekanan lain hingga mendapatkan hasil yang diiinginkan. Persis seperti iterasi, tapi berlangsung dengan kecepatan sangat tinggi.
Nah, begitu kita sudah berhasil menekan sebuah tombol, maka otak akan melakukan tuning terhadap sistem motorik kita sehingga mampu memberi tekanan pada posisi atau titik yang paling pas dan menggunakan energi paling minim guna menghindari rasa sakit akibat penekanan tombol itu sendiri.
Lalu, apa sebenarnya guna penelitian ini secara praktis? Singkatnya, penelitian ini menunjukkan pada kita bahwa tombol (yang membutuhkan tekanan cukup keras) jauh lebih baik untuk syaraf kita ketimbang layar sentuh. So, semakin sering kita menggunakan jemari kita untuk menekan sebuah permukaan, maka semakin bagus pula kondisi otak dan syaraf kita dibanding dengan berinteraksi dengan layar sentuh yang cenderung membuat otak kita kurang aktif dan syaraf motorik melemah.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!