CakapCakap – Cakap People! Konvensi Konservasi Spesies Satwa Liar yang Bermigrasi – Perserikatan Bangsa-Banga (CMS-PBB) menerbitkan laporan ihwal situasi genting satwa yang bermigrasi. Penelitian ini dilakukan terhadap ribuan jenis satwa liar di seluruh belahan bumi.
“Laporan hari ini dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa aktivitas manusia membahayakan masa depan spesies yang bermigrasi,” kata Direktur Eksekutif Program Lingkungan Hidup PBB Inger Andersen seperti dikutip dari earth.com pada Senin, 12 Februari 2024.
Laporan perdana CMS-PBB ini berfokus pada 1.189 spesies hewan yang masuk dalam daftar CMS. Juga mencakup 3.000 spesies tambahan yang tidak termasuk dalam daftar CMS. Menurut Inger, PBB menemukan bahwa 44 persen spesies satwa liar di bumi yang mereka pantau mengalami penurunan populasi. 22 persen di antaranya berstatus terancam punah.
Yang lebih mengkhawatirkan, mereka mendapati 97 persen spesies ikan yang terdaftar CMS segera perlu tindakan segera. Hal ini lantaran adanya eksploitasi berlebihan dan rusaknya habitat spesies ikan. Ancaman utamanya adalah aktivitas manusia karena perburuan spesies ikan yang bermigrasi.
Tiga perempat species yang masuk daftar CMS didapati mengalami degradasi habitat. Hal ini disebabkan eksploitasi berlebihan, tak terkecuali melalui perburuan oleh manusia dan adanya kerusakan ekosistem yang tidak disengaja. Temuan ini, kata Inger, menggambarkan kerentanan habitat satwa yang mestinya penting bagi kelangsungan hidup spesies bermigrasi. Apalagi lebih dari setengah spesies didapati tidak memiliki status dilindungi.
Gambaran riset ini ditulis oleh para ilmuwan yang bekerja di Pusat Pemantauan Konservasi Dunia Program Lingkungan PBB (UNEP-WCMC) bersama BirdLife International, Zoological Society of London (ZSL), hingga Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Tulisan mereka bertajuk World’s Migratory Species Report yang dipublikasi pada Senin, 12 Februari 2024.
Di antara ribuan spesies yang diteliti tersebut, terdapat satwa Indonesia yang mengkhawirkan. CMS-PBB memasukkan empat jenis satwa asal Indonesia yakni rhinoptera javanica atau ikan pari burung dengan status terancam punah pada 2020. Kemudian chiloscyllium hasselt atau ikan hiu bambu dengan status terancam punah (2020); anguilla borneensis atau ikan sidat dengan status rentan (2018); dan ramphiculus jambu atau merpati buah dengan status mendekati terancam (2016).
Sekretaris Eksekutif CMS-PBB Amy Fraenkel menjelaskan bahwa satwa liar seperti burung, ikan, hingga mamalia besar, melakukan perjalanan panjang sejauh ribuan mil untuk bermigrasi. Spesies-spesies tersebut berupaya memenuhi kebutuhan siklus hidup mereka. “Terutama dalam hal berkembang biak, mencari makan, dan bertahan dari musim dingin,” kata Fraenkel.
Mirisnya, hampir semua spesies ikan, mulai dari ikan pari, hiu, dan ikan setur mengalami penurunan populasi secara drastis. Bahkan disebut, telah menghadapi ancaman kepunahan. Apalagi ditemukan eksploitasi dan perburuan ikan yang dilakukan berlebihan. Situasi ini lebih buruk dalam 30 puluh tahun terakhir dan diperburuk adanya perubahan iklim atau kerusakan bumi.
Kata Faenkel, pada akhirnya, nasib setiap spesies bergantung pada masing-masing negara yang dilintasi. Hidup matinya bergantung pada upaya negara dalam intervensi untuk melakukan penyelamatan. Sebab itu CMS-PBB menyusun panduan bagi negara-negara dalam membuat kebijakan konservasi bagi spesies bermigrasi.
Laporan itu ditutup dengan serangkaian rekomendasi untuk tindakan segera. Misalnya, mendorong negara-negara memperkuat upaya untuk memerangi eksploitasi spesies yang bermigrasi secara ilegal dan tidak berkelanjutan. Kemudian mengidentifikasi dan perlindungan habitat kritis; menangani spesies yang paling berisiko punah; dan meningkatkan upaya untuk memerangi spesies yang bermigrasi.