CakapCakap – Cakap People! Belum lama ini beberapa penelitian menggunakan kondisi lidah sebagai alat yang dapat digunakan sebagai pendeteksi diabetes, dibantu dengan perangkat komputasi dengan hasil yang lebih akurat dan terpercaya.
Dilansir dari laman Diabetes.uk, cara mendiagnosa lidah seperti itu rupanya sudah dipraktikkan oleh dukun-dukun Cina selama dua ribu tahun lamanya, hingga saat ini.
“Ribuan tahun yang lalu, pengobatan Tiongkok memelopori praktik memeriksa lidah untuk mendeteksi penyakit,” kata Profesor Al-Naji.
Namun di era kekinian, para ilmuan mengabungkan teknologi komputer, Machine Learning (AR) dan Artificial Intelligence (AI) untuk menguatkan langkah ini.
Diketahui, peneliti asal Irak dan Australia telah membangun penelitian sebelumnya ke dalam sistem diagnostik lidah, dan memberikan lebih banyak bukti yang menunjukkan peningkatan akurasi dalam mendeteksi penyakit tersebut.
Bahkan hal itu juga ditunjukkan oleh salah satu insinyur asal Middle Technical University (MTU) di Baghdad dan University of South Australia (UniSA), dengan melibatkan pengambilan gambar setidaknya pada 50 lidah pasien menggunakan kamera web USB, dan pasien tersebut ditemukan memiliki diabetes tipe 2, gagal ginjal dan anemia.
Gambar-gambar lidah mereka kemudian dibandingkan dengan database sembilan ribu gambar lidah. Mereka mengevaluasi bahwa kemajuan dalam diagnosis penyakit yang dibantu komputer menggunakan teknik pemrosesan gambar dan berdasarkan warna lidah.
Penyakit yang berbeda sering mengubah penampilan lidah orang. Misalnya, stroke akut mengubah lidah menjadi merah dan bengkok, diabetes mengubah lidah menjadi kuning, sedangkan kanker mengubah lidah menjadi ungu dan menyebabkan lapisan berminyak yang tebal.
Sistem diagnostik lidah juga telah mendiagnosis radang usus buntu, dan penyakit tiroid dengan benar dalam penelitian sebelumnya.
“Kemungkinan untuk mendiagnosis dengan akurasi mencapai 80 persen atau lebih dari 10 penyakit yang menyebabkan perubahan warna lidah yang terlihat. Dalam penelitian, kami mencapai akurasi 94 persen dengan tiga penyakit, jadi potensinya ada untuk menyempurnakan penelitian ini lebih jauh lagi,” tandasnya.