CakapCakap – Cakap People! Polisi Hong Kong pada Senin, 3 Juli 2023, menuduh delapan aktivis yang berbasis di luar negeri melakukan pelanggaran keamanan nasional “serius” termasuk kolusi asing, dan menawarkan hadiah HK$1 juta (Sekitar Rp 1,9 miliar) untuk informasi yang mengarah pada penangkapan.
Mereka yang menjadi sasaran termasuk Nathan Law dan Anna Kwok, mantan anggota parlemen Dennis Kwok dan Ted Hui, dan pengacara Kevin Yam, kata polisi dalam konferensi pers, seperti dilaporkan Reuters.
Para aktivis berbasis di berbagai tempat termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Reuters tidak dapat segera menghubungi salah satu dari mereka.
Polisi mengatakan pada konferensi pers bahwa 260 orang telah ditangkap berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan China sejak berlaku pada 2020, dengan 79 dari mereka dihukum karena berbagai pelanggaran termasuk subversi dan terorisme.
Dalam pernyataan pers yang diterima Tempo, Sophie Richardson, Direktur China di Human Rights Watch menilai tidak ada otoritas daratan dan Hong Kong yang tidak menghormati kewajiban hukum internasional dengan penerbitan surat penangkapan itu.
“Pemerintah China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional di Hong Kong dalam upaya menciptakan lapisan legitimasi dalam menghapus hak asasi manusia warga Hong Kong. Surat perintah penangkapan ini bukanlah dakwaan terhadap para aktivis ini, tetapi atas penegakan hukum dan peradilan Hong Kong yang pernah dianggap baik,” katanya.
Menurutnya, demokrasi seharusnya tidak hanya dengan tegas menolak surat perintah, yang ingin ditegakkan oleh pihak berwenang secara internasional, tetapi juga harus meningkatkan perlindungan bagi mereka yang terancam oleh Beijing.
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, mengatakan undang-undang keamanan nasional telah digunakan sebagai alat untuk menekan gerakan pro-demokrasi kota itu dan telah merusak hak dan kebebasan Hong Kong.
Namun, otoritas China dan Hong Kong mengatakan undang-undang tersebut telah memulihkan stabilitas setelah bekas jajahan Inggris itu diguncang oleh protes anti-China yang berlarut-larut pada 2019.