CakapCakap – Cakap People! Seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga dianjurkan untuk aktif bergerak dan berolahraga secara rutin. Namun, dalam memilih jenis olahraga, anak dengan rentang usia SD-SMP tak begitu dianjurkan berolahraga futsal.
“Saya menganjurkan, memberikan edukasi kepada banyak guru-guru olahraga di sekolah dasar maupun di sekolah menengah, bahwa olahraga futsal ini kalau bisa jangan diberikan, karena banyak cedera,” ujar Ketua Komite Medis Flex Free Clinic dr Arief Soemarjono SpKFR FACSM, di Jakarta.
Anjuran ini diberikan karena anak pada rentang usai tersebut cukup rentan untuk mengalami cedera lutut ketika bermain futsal. Salah satu bentuk cedera tersebut adalah ligamen robek.
“Anak kelas 4 SD, 5 SD, lututnya sudah rusak (karena cedera saat berolahraga futsal),” jelas dr Arief.
Menurut dr Arief, salah satu faktor yang membuat olahraga futsal berisiko bagi anak-anak adalah ukuran lapangannya yang relatif sempit. Kondisi ini harus diimbangi dengan kemampuan pemain futsal untuk bergerak cepat dan memberikan refleks yang juga cepat.
“Ganti posisinya juga lebih cepat. Otomatis itu risiko cederanya besar,” ujar dr Arief.
Tak hanya pada anak kecil, cedera saat berolahraga juga bisa terjadi pada usia dewasa hingga lansia. Untuk menghindari situasi seperti ini, salah satu hal penting yang perlu dilakukan sebelum berolahraga adalah menentukan tujuan yang ingin dicapai.
“Tujuan kita olahraga buat apa? Buat rekreasi, buat kesehatan, buat supaya badannya besar, ototnya besar, atau apa? Jadi itu yang harus kita perhatikan,” ucap dr Arief.
Selain itu, dr Arief juga menyarankan orang-orang untuk tidak melakukan suatu jenis olahraga hanya karena mengikuti tren. Bila hanya mengikuti tren, orang-orang bisa berisiko melakukan olahraga yang sebenarnya melampaui kemampuan tubuh mereka.
“Nggak muda, nggak tua, risiko cedera itu bisa saja terjadi kalau semua kegiatan yang kita lakukan melampaui kemampuan tubuh kita,” kata dr Arief.