CakapCakap – Cakap People! Spesialis kulit dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Arini Widodo, membagi tips memilih pakaian bekas agar terhindar dari infeksi yang disebabkan virus, jamur, bakteri, hingga tungau. Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) itu menyarankan pertama untuk memperhatikan kebersihan toko jika ingin membeli baju tersebut.
“Perhatikan, apakah toko tersebut mengutamakan kebersihan barang-barangnya atau tidak,” kata Arini, seperti dikutip Tempo.
Menurutnya, akan lebih baik jika mengetahui siapa pemilik pakaian tersebut sebelumnya. Misalnya, adik yang memakai pakaian bekas kakak dan sebagainya. Kemudian, perhatikan apakah ada noda yang menempel, baik yang disebabkan kotoran, bercak darah, dan sebagainya. Lalu, pastikan pakaian bekas yang hendak dibeli sudah dicuci.
“Cium baunya, dari situ bisa menentukan apakah pakaian itu sudah dicuci atau belum. Jangan beli yang belum dicuci karena bisa saja ada agen infeksi yang menempel di situ,” ujar Arini.
Lalu, hindari membeli pakaian dalam, handuk, selimut, sprei, dan topi bekas karena barang-barang tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar sebagai media penularan penyakit. Selanjutnya, pilihlah pakaian yang ukurannya pas di badan.
“Kadang-kadang, membeli pakaian bekas itu terbatas pilihan ukurannya sehingga banyak yang memaksakan ukuran. Padahal, ini bisa jadi masalah. Misalnya, celana yang terlalu ketat dan tidak menyerap keringat akan memicu kelembaban dan infeksi jamur,” tuturnya.
Waspadai dermatitis atopik
Pada kondisi kulit tertentu seperti dermatitis atopik, Arini mengatakan perlu ada perhatian khusus dalam memilih pakaian bekas, di antaranya pastikan pakaian bisa menyerap keringat dengan baik, bebas dari bahan alergi seperti tungau, debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, serta hindari bahan wol.
“Biasanya, bahan wol bisa mengiritasi kulit pasien dermatitis atopik,” kata dokter yang sedang melanjutkan pendidikan master di Sekolah Kedokteran Harvard.
Di samping itu, pastikan memilih pakaian yang bebas dari bahan kimia seperti disinfektan karena dapat memicu munculnya dermatitis.