CakapCakap – Cakap People! Banyak orang merasa perlu menjalani terapi ketika sedang berjuang “melawan” kesepian. Banyak orang kini merasa lebih kesepian dibandingkan sebelumnya, meskipun lebih terhubung secara daring.
Hal tersebut menjadi fenomena yang semakin umum yang didokumentasikan dengan baik dalam penelitian ilmiah. Misalnya, satu studi yang diterbitkan dalam Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa remaja saat ini menghabiskan sekitar satu jam lebih sedikit per hari untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan remaja yang tumbuh pada 1980-an dan 1990-an.
Selain itu, menurut penelitian, remaja yang melaporkan lebih sedikit interaksi sosial secara langsung dan lebih banyak interaksi daring, merasa paling kesepian dan terisolasi. Media sosial dapat menciptakan rasa koneksi dan memiliki yang salah. Interaksi daring menimbulkan kekurangan isyarat nonverbal, kehadiran fisik, dan keintiman emosional. Padahal itu sangat penting untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang bermakna.
Media sosial juga dapat menimbulkan persaingan dan ketidakmampuan sosial, serta perasaan terisolasi karena FOMO (takut ketinggalan tren) yang terus-menerus. Meski begitu, masih ada harapan.
Berikut adalah beberapa cara yang didukung sains untuk membantu mengatasi perasaan kesepian yang berasal dari terlalu banyak berselancar di media sosial, dikutip dari Forbes, Minggu 22 Januari 2023:
1. Batasi penggunaan media sosial
Sekilas, ini tampak lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Namun percayalah, manfaat pengaturan waktu dan pembatasan penggunaan media sosial bisa sangat besar.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menemukan bahwa membatasi waktu seseorang di aplikasi sosial seperti Facebook dan Snapchat hingga 10 menit per hari secara signifikan dapat mengurangi perasaan kesepian dan depresi.
Dengan menetapkan batasan dengan teknologi, kamu bisa berfokus pada pengembangan interaksi tatap muka dan membangun koneksi nyata. Media sosial dirancang untuk membuat ketagihan, jadi tidak ada salahnya mencari bantuan praktisi kesehatan mental untuk mengurangi ketergantungan.
Seorang terapis mungkin menyarankan untuk membuat jadwal untuk membatasi penggunaan media sosial, menetapkan waktu tertentu dalam sehari untuk memeriksa dan terlibat dengan media sosial. Selain itu, menemukan aktivitas alternatif untuk mengisi waktu yang akan kamu habiskan di media sosial. Meskipun awalnya tampak menantang, dengan pola pikir dan strategi yang tepat, kamu bisa mengembangkan hubungan yang sehat dengan media sosial dan mengurangi rasa kesepian.
2. Pilih keaslian daripada validasi sosial
Kebutuhan terus-menerus untuk menyajikan gambar yang sempurna di media sosial dapat mengarah pada fenomena yang dikenal sebagai “pengawasan sosial”. Artinya, pengguna tidak hanya dengan hati-hati menyusun unggahan mereka, tetapi juga memantau dengan cermat atas konten yang diunggah oleh orang lain di profil dan halaman mereka.
Hal itu dapat merusak kesehatan mental seseorang, karena mendorong individu untuk mengejar norma dan popularitas masyarakat daripada jujur dengan diri sendiri. Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam Journal of Psychology menemukan bahwa dinamika ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan keraguan diri. Pasalnya, pengguna sering mempertanyakan apakah tindakan mereka akan diterima atau ditolak oleh teman-teman sebelum mengunggah sesuatu di media sosial?
Penting disadari bahwa validasi apa pun yang kamu terima pada versi diri yang tidak autentik akan terasa hampa dan palsu. Ingat, media sosial hanyalah alat untuk menghubungkan kamu dengan orang lain.