CakapCakap – Cakap People! Beberapa negara telah mengambil tindakan dengan melakukan pembatasan terhadap pengunjung yang berasal dari China. Langkah itu dilakukan setelah Jepang, India, dan Malaysia mengumumkan peningkatan aturan dalam 24 jam terakhir dengan alasan peningkatan infeksi di China.
Sedangkan pemerintah Amerika Serikat (AS) dapat memberlakukan tindakan yang sama bagi pengunjung dari China. Petimbangan ini, menurut pejabat pemerintah AS pada Selasa, 27 Desember 2022, akibat kekhawatiran tentang kurangnya data transparan yang diberikan oleh pemerintah China, Reuters melaporkan.
“Ada kekhawatiran yang meningkat di komunitas internasional tentang lonjakan COVID-19 yang sedang berlangsung di China dan kurangnya data transparan, termasuk data urutan genom virus, yang dilaporkan dari China,” kata pejabat tersebut.
Sebelum pertimbangan AS, pemerintah Jepang mengatakan, pengunjung dari China memerlukan tes COVID-19 negatif pada saat kedatangan. Bagi yang dites positif di Jepang, pengunjung dari China harus menjalani karantina selama seminggu.
Tokyo juga berencana membatasi maskapai yang meningkatkan penerbangan ke Beijing. Sedangkan Malaysia menerapkan langkah-langkah pelacakan dan pengawasan tambahan untuk pengunjung dari wilayah itu. Filipina juga mempertimbangkan untuk memberlakukan tes.
Sikap beberapa negara yang lebih waspada terhadap pengunjung dari China akibat laporan lonjakan kasus di wilayah itu. Kondisi itu terjadi usai China mengumumkan pelonggaran lebih lanjut dari program “zero-COVID” pada 8 Januari.
Lalu lintas perjalanan pun mulai terbuka, termasuk perjalanan internasional. Data dari platform perjalanan Ctrip menunjukkan, bahwa dalam waktu setengah jam setelah pengumuman, pencarian destinasi lintas batas populer telah meningkat 10 kali lipat. Platform Qunar mengatakan, melihat peningkatan tujuh kali lipat dalam pencarian penerbangan internasional dalam 15 menit. Jepang, Thailand, dan Korea Selatan termasuk di antara tujuan teratas yang ditelusuri di kedua platform tersebut.
Statistik resmi menunjukkan hanya tiga kematian akibat COVID-19 dalam tujuh hari hingga Selasa, 27 Desember 2022. Namun, laporan ini justru memicu keraguan di antara pakar kesehatan dan penduduk tentang data pemerintah. Angka-angka tersebut tidak konsisten dengan pengalaman negara-negara yang jauh lebih sedikit penduduknya setelah pelonggaran pembatasan dibuka kembali. Terlebih lagi beberapa rumah sakit dan rumah duka di China telah kewalahan karena virus menyebar tanpa terkendali di seluruh negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu.