CakapCakap – Cakap People! Ratusan anak Indonesia dilaporkan terkena gangguan ginjal akut misterius. Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril mengatakan, hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius yang terjadi pada anak-anak. Namun, dugaan awal kasus ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang memiliki kasus serupa. Di Gambia, 69 anak meninggal karena kasus gagal ginjal karena mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa kimia tersebut. Untuk memastikannya, saat ini Kemenkes sedang berkoordinasi dengan expert dari WHO yang melakukan investigasi kasus serupa di Gambia.
“Kami sedang koordinasi untuk mengetahui hasil investigasinya. Dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi (keracunan),” tutur Syahril kepada Republika, Rabu, 12 Oktober 2022 malam.
Syahril menambahkan, selain berkoordinasi dengan WHO, saat ini Kemenkes juga sudah membentuk tim yang terdiri dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan RSCM. Tim tersebut dibentuk untuk melakukan penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius.
Adapun, sejak September sudah ada 40 anak di Indonesia terkonfirmasi menderita gangguan ginjal akut misterius. Kemudian, pda Oktober ini, sudah ada tiga anak yang terkonfirmasi gangguan ginjal akut misterius tersebut, terakhir satu anak terkonfirmasi pada Selasa, 11 Oktober 2022.
“IDAI merilis ada 131 kasus di Indonesia dari 14 Provinsi sepanjang tahun 2022, dan 40 di antaranya kasus tersebut di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,” terang Syahril.
Sekertaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengungkapkan, IDAI saat ini terus melakukan investigasi terkait penyebab pasti gangguan ginjal akut misterius. Termasuk, mencari tahu apakah ada hubungannya dengan mengonsumsi obat tertentu.
“Kami belum bisa menyimpulkan hasil investigasi yang sudah banyak kami lakukan, apakah ada kaitannya dengan obat seperti kasus di Gambia. Kami juga sudah investigasi obat-obat, tapi tidak ada obat-obatan serupa di Indonesia dengan yang ada di India,” terangnya.
“Kami juga sudah cek peredaran obat-obat yang diproduksi di India tidak ada yang diproduksi di Indonesia, bahan baku juga tidak ada dari India,” sambungnya.
Berdasarkan temuan kasus pada beberapa anak yang mengalami gangguan pada ginjal, sebagian besar juga mengalami peradangan di banyak organ. Hasil tersebut didapat setelah adanya pemeriksaan mendetail dan laboratorium serta pengamatan gejala klinis yang dialami pasien dalam perjalanannya di rumah sakit.
“Seperti ada tanda-tanda peradangan di hati, kemudian juga gangguan dalam sistem darah. Jadi memang sepertinya ini bukan hanya melibatkan organ ginjal, meskipun manifestasi awalnya semua di ginjal, tapi yang kami dapatkan adalah sebetulnya terjadi terjadi ada keterlibatan organ-organ lain kemudian juga kami melihat anak-anak dalam perjalanannya terjadi penurunan kesadaran,” ungkapnya.
BPOM RI memastikan sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol di Gambia, Afrika, tidak beredar di Indonesia. Diketahui, sirup obat untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
“BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM,” seperti yang tertulis dalam keterangan resmi BPOM RI, Rabu, 12 Oktober 2022.
BPOM RI terus memantau perkembangan kasus Substandard (contaminated) paediatric medicines mengenai produk sirup obat untuk anak terkontaminasi/substandard yang teridentifikasi di Gambia, Afrika serta melakukan update informasi terkait penggunaan produk sirup obat untuk anak melalui komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.
Masyarakat diimbau agar tidak resah menanggapi pemberitaan yang ada, jika masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi apoteker, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya. BPOM mengimbau masyarakat agar lebih waspada, menggunakan produk obat yang terdaftar yang diperoleh dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.