CakapCakap – Cakap People! Junta Myanmar dilaporkan telah mengeksekusi empat aktivis demokrasi yang dituduh membantu melakukan “aksi teror” pada Senin, 25 Juli 2022. Ini memicu kecaman luas atas eksekusi pertama negara itu dalam beberapa dasawarsa.
Reuters melaporkan, keempat aktivis itu dihukum mati dalam persidangan tertutup pada Januari dan April. Mereka dituduh membantu gerakan perlawanan untuk melawan tentara yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021 lalu dan melancarkan tindakan keras berdarah terhadap lawan-lawannya.
Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (National Unity Government (NUG), sebuah pemerintahan bayangan yang dilarang oleh junta, menyerukan adanya tindakan internasional terhadap junta militer.
“Komunitas global harus menghukum kekejaman mereka,” kata Kyaw Zaw, juru bicara kantor presiden NUG kepada Reuters dalam sebuah pesan teks.
Di antara mereka yang dieksekusi adalah juru kampanye demokrasi Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Jimmy, dan mantan anggota parlemen dan artis hip-hop Phyo Zeya Thaw, kata surat kabar Global New Light of Myanmar.
Kyaw Min Yu (53 tahun) dan Phyo Zeya Thaw (41 tahun), sekutu pemimpin Aung San Suu Kyi yang dikudeta junta, kalah banding atas hukuman itu pada bulan Juni. Dua orang lainnya yang dieksekusi adalah Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw.
“Eksekusi ini merupakan perampasan nyawa secara sewenang-wenang dan merupakan contoh lain dari catatan hak asasi manusia Myanmar yang mengerikan,” kata Erwin Van Der Borght, direktur regional kelompok hak asasi Amnesty International.
“Keempat pria itu dihukum oleh pengadilan militer dalam persidangan yang sangat rahasia dan sangat tidak adil.”
Thazin Nyunt Aung, istri Phyo Zeyar Thaw, mengatakan melalui telepon, bahwa petugas penjara tidak mengizinkan keluarga mengambil jenazah sang suami.
Para aktivis itu ditahan di penjara Insein era kolonial dan seseorang yang mengetahui peristiwa itu mengatakan bahwa keluarga mereka mengunjunginya Jumat lalu.
Hanya satu kerabat yang diizinkan untuk berbicara dengan para tahanan melalui platform online, tambah sumber itu.
“Saya bertanya (kepada pejabat penjara) mengapa Anda tidak memberi tahu saya atau putra saya bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami… Saya merasa sedih karenanya,” kata Khin Win Tint, ibu dari Phyo Zeyar Thaw, kepada BBC Burma.
Media pemerintah melaporkan eksekusi pada hari Senin tersebut dan juru bicara junta Zaw Min Tun kemudian mengkonfirmasi hukuman tersebut kepada Voice of Myanmar. Keduanya tidak memberikan rincian waktunya.
Eksekusi sebelumnya di Myanmar dilakukan dengan cara digantung.
Sebuah kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), mengatakan eksekusi yudisial terakhir Myanmar terjadi pada akhir 1980-an dan sejak kudeta terjadi, 117 orang telah dijatuhi hukuman mati.
Juru bicara junta bulan lalu mendukung hukuman mati, mengatakan bahwa hukuman itu dibenarkan dan digunakan di banyak negara.