CakapCakap – Cakap People! Orang Romawi hidup nomaden seperti suku Hun dan tinggalkan pertanian. Suku Hun menjadi momok yang menakutkan bagi bangsa Romawi, bahkan sebelum mereka menginjak wilayah Romawi.
Menurut sejarah, di bawah kepemimpinan Attila sang Hun, serangan suku barbar ini jadi salah satu penyebab jatuhnya salah satu kekaisaran terbesar dalam sejarah.
Penulis sejarah mengungkap kekejaman suku Hun, namun apakah catatan sejarah itu benar atau ditulis secara berlebihan? Sebuah penelitian ungkap bahwa orang Romawi hidup nomaden seperti Suku Hun dan tinggalkan pertanian.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis gigi dan tulang sebagian orang Romawi yang meninggalkan rumah untuk menjadi pengembara. Mereka meninggalkan pertanian yang jadi fondasi peradaban Romawi.
Benarkah penulis Romawi berlebihan dalam menulis sejarah tentang suku Hun?
Jika membaca catatan sejarah yang ditulis orang Romawi, kedatangan suku Hun di perbatasan kekaisaran bagai bencana yang mengerikan.
“Orang Hun dalam jumlah banyak datang dengan kekuatan dan murka … menyebarkan kecemasan dan kerugian,” isi puisi yang terukir di dinding di Konstantinopel kuno. “Dan tidak ada apa-apa selain kehilangan nyawa dan napas, jalan mereka akan tetap ada.”
Suku Hun nomaden disebut-sebut sebagai suku yang berbahaya, tidak manusiawi, momok semua negeri. Sebagian besar catatan sejarah ditulis setelah perang dengan suku Hun berakhir. Sebagian besar menyalahkan mereka atas kejatuhan Romawi dan Abad Kegelapan yang mengikutinya.
Memang benar bahwa serangan militer Hun menghancurkan Kekaisaran Romawi sampai ke intinya. Tetapi Susanne Hakenbeck, seorang arkeolog di University of Cambridge, curiga dengan laporan sejarah yang berlebihan ini.
“Cara mereka menulis tentang mereka benar-benar klise,” ungkapnya.
“Mereka berkata, ‘mereka terlihat seperti binatang’, ‘tidak ada yang mereka lakukan beradab’, ‘mereka semua mengerikan.’ Dan saya hanya berpikir, bagaimana ini bisa benar? Ada begitu banyak bias yang jelas dalam sumber-sumber ini. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Memeriksa tulang-tulang suku Hun dan orang Romawi di perbatasan
Untuk menjawab pertanyaan itu, Hakenbeck langsung menuju ke sumbernya: memeriksa sendiri tulang-tulang Hun dan orang Romawi di perbatasan.
Hakenbeck mempelajari sisa-sisa sekitar 200 orang dari lima situs abad ke-5 di Pannonia. Ini adalah wilayah perbatasan Romawi, sekarang menjadi bagian dari Hongaria. Tim memeriksa rasio unsur-unsur yang terkandung dalam tulang dan gigi manusia purba. Dari sana Hakenbeck bisa mengetahui siapa dan bagaimana mereka hidup.
Apa yang ditemukan para ilmuwan mengejutkan. Sementara elit Romawi dan Hun sedang berperang, orang-orang biasa yang tinggal di wilayah perbatasan ini hidup berdampingan. Mereka bahkan saling bekerja sama.
Perubahan gaya hidup suku Hun dan orang Romawi
Tulang-tulang yang dikubur di kuburan yang sama menunjukkan ciri-ciri gaya hidup yang sangat berbeda. Beberapa memiliki bukti bahwa pemiliknya adalah petani, yang lain memiliki ciri-ciri pengembara. Beberapa tulang menunjukkan bahwa individu tersebut dilahirkan dalam suku yang berkeliaran tetapi kemudian menetap. Yang lain menunjukkan perubahan gaya hidup yang berlawanan.
“Ada perubahan besar dalam keadaan kehidupan masyarakat, baik pada individu tertentu maupun dalam populasi,” kata Hakenbeck. “Orang-orang melakukan segala macam hal yang berbeda, tetapi mereka semua berakhir di kuburan yang sama.”
Ini menunjukkan bahwa kisah kekerasan tidak manusiawi yang diceritakan oleh orang Romawi “kebanyakan tidak benar,” kata Hakenbeck. Menurutnya kisah tentang suku Hun tidak semata-mata tentang kekerasan. Namun merupakan kisah pertukaran lintas batas, kemampuan beradaptasi lintas batas.
Analisis Hakenbeck mengingatkan kita pada pepatah “kita adalah apa yang kita makan dan minum”. Makanan yang berbeda akan meninggalkan ciri khas pada isotop karbon, nitrogen, dan strontium yang terkandung di dalam tulang seseorang.
Suku Hun nomaden hidup dari daging, susu, dan biji-bijian dan sisa-sisa yang diteliti mencerminkan hal itu. Sisa-sisa tersebut mengandung rasio nitrogen 15 yang lebih tinggi. Kondisi ini biasanya ditemukan dalam daging dan isotop karbon yang disukai oleh rumput daerah kering.
Sebaliknya, populasi pertanian kebanyakan mengonsumsi biji-bijian dan tanaman lain. Tulang mereka mengandung bentuk karbon yang disukai oleh buah-buahan, sayuran dan gandum.
Cakap People! Kamu bisa membaca selengkapnya di sini.