CakapCakap – Bagi yang terbiasa dengan kredit bank, tentu sudah familiar dengan BI Checking. Namun saat ini, BI Checking sudah digantikan dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).
Meski sudah berganti nama, masyarakat awam bahkan hingga para pegawai bank masih lebih familir menyebut BI Checking ketimbang SLIK OJK.
SLIK OJK atau BI Checking adalah catatan informasi terkait riwayat debitur bank dan lembaga keuangan lainnya, dalam hal ini terutama informasi mengenai lancar atau tidaknya pembayaran kredit.
Sederhananya, SILK OJK digunakan oleh bank dan lembaga keuangan untuk memperoleh informasi riwayat kredit calon debiturnya yang akan dijadikan pertimbangan apakah debitur tersebut layak mendapatkan kredit.
Lalu apa akibatnya apabila seseorang terkena sanski BI Checking?
Sebagaimana saat masih bernama BI Checking, SLIK OJK adalah momok yang paling menakutkan bagi beberapa debitur perbankan. Ini karena bank akan dipastikan akan menolak pengajuan kredit yang diajukan debitur jika memiliki catatan riwayat kredit yang buruk.
Informasi yang ada di dalam SILK OJK bisa dibilang sangat akurat, lantaran catatan debitur tersebut dikumpulkan dari hasil saling dipertukarkan antar-bank dan lembaga keuangan.
Informasi yang dipertukarkan dalam SILK OJK adalah identitas debitur, agunan, pemilik dan pengurus (badan usaha) yang jadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, dan kredit macet.
Bank dan lembaga keuangan yang saling bertukar informasi tersebut tergabung dalam Biro Informasi Kredit (BIK) yang dulunya dikoordinasi BI, namun kini sudah beralih ke OJK.
Data-data nasabah tersebut diberikan oleh anggota BIK ke database OJK setiap bulannya. Data tersebut kemudian dikumpulkan secara berkala oleh OJK dan diintegrasikan dalam sistem SILK OJK.
Dikutip dari Sikapi Uangmu di laman resmi OJK, SLIK adalah sistem informasi yang pengelolaannya dibawah tanggung jawab OJK yang bertujuan untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan informasi keuangan, yang salah satunya berupa penyediaan informasi debitur (iDeb).
SLIK memperluas cakupan iDeb yaitu melingkupi lembaga keuangan bank dan lembaga pembiayaan (finance) dan juga ke lembaga keuangan non-bank yang mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID).
Selain itu, SLIK OJK juga dipakai untuk melaporkan, fasilitas penyediaan dana, data agunan, dan data terkait lainnya dari berbagai jenis lembaga keuangan, masyarakat, Lembaga Pengelolaan Informasi Perkreditan (LPIP) dan pihak lainnya.
Dengan terintegrasinya SILK OJK atau BI checking adalah diharapkan untuk menjadi lebih mudah dalam proses pengajuan pinjaman.
Selain itu, SLIK OJK juga diharapkan mampu meminimalisir angkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).
Dampak langsung sanksi BI Checking
Nasabah yang terkena sanksi atau masuk dalam daftar penilaian buruk BI Checking adalah orang yang pernah bermasalah dengan kredit, baik itu di bank ataupun lembaga pembiayaan lain yang diawasi oleh OJK.
Orang yang terkena sanksi BI Checking tidak akan dapat mengajukan pengajuan kredit kembali di lembaga pembiayaan manapun, kecuali dari lembaga keuangan tidak resmi.
Meski sudah masuk dalam daftar hitam, debitur sebenarnya masih bisa mendapatkan fasilitas pinjaman lagi dari bank maupun lembaga keuangan lainnya, asalkan ia sudah melunasi seluruh tunggakan utang plus bunga dan dendanya.
Masuk daftar hitam SLIK OJK tidak akan berdampak apa pun selama debitur tersebut tidak lagi berurusan dengan bank maupun lembaga keuangan lainnya.
BI Checking atau SLIK OJK ini akan mencatat seluruh kredit atau pinjaman dari semua bank dan lembaga keuangan resmi di bawah pengawasan OJK, termasuk pinjaman yang besarannya sangat kecil sekalipun, sekecil apa pun itu.
Misalnya ketika seseorang melakukan belanja dengan menggunakan kartu kredit sebesar Rp 100.000 untuk makan di restoran dan kemudian debitur tersebut tidak melunasi utangnya, maka hal itu otomatis akan masuk catatan hitam BI Checking alias SLIK OJK.