CakapCakap – Cakap People! Gejala COVID-19 dan alergi semakin mirip saat ini. Di awal pandemi, COVID-19 muncul dengan gejala yang sangat berbeda dengan alergi musiman. Namun seiring dengan semakin meluasnya penyebaran varian Omicron, gejala-gejala COVID-19 yang muncul saat ini tampak mirip dengan gejala alergi musiman.
Alergi musiman atau rinitis alergi musiman merupakan alergi yang terjadi pada waktu tertentu dalam setahun, seperti dilansir The Mofisher. Alergi musiman paling sering disebabkan oleh serbuk sari.
Secara umum, alergi terjadi ketika sistem imun mengalami “kebingungan”. Kebingungan ini membuat tubuh salah mengira partikel lingkungan seperti serbuk sari sebagai sebuah ancaman. Hal ini kemudian menyebabkan tubuh menginisiasi respons imun untuk melawan partikel lingkungan yang masuk ke dalam tubuh.
Saat ini, gejala alergi musiman dan gejala COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron tampak mirip. Baik alergi musiman maupun COVID-19 memunculkan gejala seperti hidung berair, mata berair, bersin, hidung tersumbat, tenggorokan gatal, hingga kelelahan. Ada kemungkinan, orang yang merasa dirinya mengalami gejala alergi musiman sebenarnya sedang mengalami gejala COVID-19.
“Implikasi kesehatan masyarakatnya adalah mereka bisa berjalan-jalan, tanpa menyadari bahwa mereka menularkan penyakit, tidak menjaga jarak, atau tidak menggunakan masker,” jelas asisten profesor di bidang ilmu kedokteran dari Harvard, Dr Robin C Colgrove, seperti dilansir Fortune, Rabu, 27 April 2022.
Meski mirip, sebenarnya ada sedikit perbedaan yang bisa dilihat dari gejala alergi musiman dan gejala COVID-19. Sebagai contoh, alergi musiman kerap memicu gejala seperti mata gatal, hidung gatal, dan terkadang bengkak di area hidung dan mata. Sedangkan COVID-19 bisa memicu gejala seperti demam, sesak napas, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan hilang indra penciuman atau perasa.
“Tak ada dari gejala itu yang umum ditemukan pada alergi musiman,” jelas Dr Colgrove.
Gejala yang paling membedakan COVID-19 dengan alergi musiman adalah demam dan batuk terus-menerus. Kedua gejala ini sangat tidak umum ditemukan pada alergi musiman.
Perbedaan lainnya, cairan yang keluar dari hidung akibat alergi umumnya tampak jernih dan cair. Akan tetapi, cairan yang keluar dari hidung disebabkan oleh COVID-19 cenderung lebih kental dan memiliki warna.
Di samping itu, batuk yang disebabkan oleh COVID-19 cenderung menghasilkan dahak. Sebaliknya, batuk terkait alergi cenderung batuk kering.
Pada kasus alergi, indra penciuman bisa mengalami penurunan. Akan tetapi, indra penciuman akan membaik seiring dengan berkurangnya keluhan hidung tersumbat. Akan Tetapi, kehilangan penciuman akibat COVID-19 bisa terjadi meski tidak ada keluhan hidung tersumbat.
Gejala-gejala yang muncul terkait COVID-19 umumnya hanya berlangsung selama dua pekan. Gejala COVID-19 memiliki karakteristik memburuk pada 5-7 hari pertama dan kemudian mulai membaik. Sedangkan gejala alergi umumnya bertahan selama beberapa pekan ketika serbuk sari banyak beredar.
Dr David Gudis dari departemen bedah saraf di NewYork-Presbyterian Hospital dan divisi rhinologi di Irving Medical Center mengingatkan orang-orang untuk mewaspadai gejala sesak napas dan kesulitan bernapas. Kedua gejala ini perlu ditangani dengan serius karena kemungkinan tidak disebabkan oleh alergi saja.
Gejala alergi musiman dan COVID-19 cenderung semakin sulit dibedakan bila dirasakan oleh anak-anak. Alasannya, anak-anak kerap kesulitan untuk menjelaskan gejala-gejala yang mereka rasakan. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya memeriksakan anak mereka ke dokter bila mencurigai gejala tertentu pada anak mereka.
“Sehingga anak bisa diperiksa untuk mengetahui apakah ada tanda dari virus,” jelas ahli alergi dari Northwestern Medical Central DuPage Hospital Dr Amiinah Kung.