CakapCakap – Cakap People! Diplomat top AS telah mengisyaratkan bahwa Korea Utara kemungkinan akan terus menguji senjata yang lebih kuat – termasuk kemungkinan peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) – ketika ketegangan antara Washington dan Moskow melonjak atas kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina.
Namun dalam pertemuan trilateral dengan rekan-rekannya dari Jepang dan Korea Selatan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjanji bahwa krisis Ukraina tidak akan menghambat kemampuan Washington untuk menghadapi unjuk kekuatan oleh Pyongyang.
“Saya tentu tidak mengesampingkan bahwa Korea Utara bisa terlibat tindakan provokatif lebih lanjut karena hal-hal yang terjadi di bagian lain dunia, termasuk di Eropa berkaitan dengan Ukraina,” kata Blinken pada hari Sabtu, 12 Februari 2022, di Hawaii ketika ditanya tentang kemungkinan berkembangnya Korea Utara menggelar uji coba ICBM , seperti dikutip dari Japan Times.
AS pada Jumat memperingatkan bahwa Rusia bisa menggerakkan lebih dari 100.000 tentara dan material yang telah dikumpulkannya di perbatasan Ukraina dalam invasi habis-habisan ke negara itu yang bisa dimulai “kapan saja.”
Di tengah kekhawatiran bahwa krisis Ukraina bisa mengalihkan fokus Washington dari ancaman nuklir Korea Utara, Blinken menegaskan kembali bahwa AS bisa “walk and chew gum at the same time (melakukan dua tugas mudah dalam waktu yang bersamaan)” bahkan ketika menghadapi tantangan global lainnya.
Berbicara pada konferensi pers setelah pertemuan puncak trilateral, Blinken mengatakan Amerika Serikat dan dua sekutunya di Asia akan “terus bekerja untuk menemukan cara untuk meminta pertanggungjawaban DPRK,” setelah melakukan tujuh uji coba rudal tahun ini – terbanyak di dunia dalam satu bulan untuk sebuah negara yang terisolasi — sembari juga mengejar dialog dan diplomasi.
DPRK adalah akronim untuk nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.
Korea Utara meluncurkan rudal balistik jarak menengah (IRBM) Hwasong-12 yang menurut Jepang memiliki jangkauan 5.000 kilometer—menempatkan seluruh Jepang dan wilayah AS di Guam dalam jarak serang—pada 30 Januari 2022, uji coba pertama sejak November 2017. Baik Jepang maupun Guam adalah rumah bagi pangkalan militer utama AS yang akan digunakan dalam setiap krisis di Semenanjung Korea.
Langkah itu dilakukan beberapa minggu setelah Korea Utara mengisyaratkan untuk mengakhiri moratorium yang diberlakukan sendiri pada uji coba nuklir dan rudal jarak jauh sambil menyerukan Washington untuk membatalkan apa yang dikatakannya sebagai “kebijakan bermusuhan” terhadap Pyongyang.
Langkah tersebut telah memicu kekhawatiran bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mungkin membuka pintu untuk uji coba senjata yang semakin kuat setelah bertahun-tahun berfokus pada peluncuran yang kurang provokatif.
“Saya pikir jelas bagi kita semua bahwa DPRK berada dalam fase provokasi,” kata Blinken, mencatat serentetan uji coba rudal baru-baru ini, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Kami akan terus meminta pertanggungjawaban DPRK bahkan saat kami berusaha untuk terlibat dalam diplomasi.”
Blinken juga mengatakan tiga diplomat top telah membahas cara memperdalam kerja sama untuk mencegah Korea Utara dan “membatasi jangkauan senjata paling berbahaya.”
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan trilateral Blinken dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong, ketiganya mengutuk peluncuran terbaru Korea Utara sebagai “mengganggu stabilitas” dan berkomitmen untuk “kerjasama trilateral yang erat untuk mencapai denuklirisasi lengkap dan perdamaian abadi di Semenanjung Korea.”
Para ahli mengatakan bahwa peluncuran IRBM akhir bulan lalu adalah sinyal yang mengkhawatirkan bahwa Kim tampaknya meletakkan dasar untuk kembalinya uji coba rudal jarak jauh.
“Dimulainya kembali peluncuran IRBM membuat peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) pertama dalam lebih dari empat tahun akan segera terjadi, mencerminkan penilaian Korea Utara bahwa manfaat dari melanjutkan peluncuran ICBM telah meningkat dan biayanya dapat ditanggung, ” tulis mantan pejabat senior nonproliferasi Departemen Luar Negeri AS Vann H. Van Diepen di website pengamat Korea Utara, 38 North, awal bulan ini.