CakapCakap – Cakap People! Para pengunjuk rasa di Myanmar menutup bisnis dan menjauh dari jalan-jalan pada Jumat, 10 Desember 2021, dalam aksi “pemogkan diam” kepada pemerintahan militer dan penggulingan pemerintah yang terpilih secara demokratis dalam kudeta Februari 2021 lalu.
Foto-foto yang diterbitkan oleh media Myanmar menunjukkan jalan-jalan dan pasar yang sepi di kota-kota di seluruh negeri, sementara pengunjuk rasa di kota utara Shwebo mengenakan pakaian hitam dan berbaris dalam diam, Reuters melaporkan.
“Kita perlu mengirim pesan ke dunia tentang pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan di Myanmar,” kata pemimpin protes Khin Sandar kepada media.
“Diam adalah teriakan paling keras. Kami ingin hak kami kembali. Kami ingin revolusi. Kami mengungkapkan kesedihan untuk pahlawan kami yang gugur,” katanya.
Myanmar terjerumus ke dalam krisis ketika militer menggulingkan pemimpin Aung San Suu Kyi dan pemerintahnya pada 1 Februari 2021, memicu protes harian di kota-kota besar dan kecil dan pertempuran di perbatasan antara militer dan pemberontak etnis minoritas.
Peraih Nobel Suu Kyi, 76, menghadapi berbagai tuduhan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada Senin atas tuduhan pertama – penghasutan dan pelanggaran peraturan virus corona – membuat dunia internasional mengecam putusan tersebut, dimana para kritikus menyebutnya sebagai “pengadilan palsu”.
Kepala junta kemudian mengurangi hukuman Suu Kyi menjadi dua tahun dengan “alasan kemanusiaan” tetapi tuduhan yang masih dihadapinya bisa membuatnya dipenjara selama bertahun-tahun.
Pasukan Junta yang berusaha menghancurkan oposisi telah menewaskan lebih dari 1.300 orang, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Minggu lalu, lima orang tewas dan sedikitnya 15 orang ditangkap setelah tentara menggunakan mobil untuk menabrak protes anti-kudeta di kota Yangon. Media pemerintah Myanmar telah menolak laporan insiden itu sebagai disinformasi.
Minn Khant Kyaw Linn, seorang aktivis mahasiswa dari kelompok protes Badan Kolaborasi Pemogokan Umum mengatakan partisipasi dalam “pemogokan diam” telah meluas.
“Anda dapat melihat betapa banyak orang membenci junta,” katanya.