CakapCakap – Cakap People! Thailand sedang menyelidiki apakah Amnesty International telah melanggar undang-undang. Demikian kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada Jumat, 26 November 2021, setelah para ultra-royalis menyerukan agar kelompok hak asasi manusia itu dikeluarkan karena mendukung para aktivis yang menghadapi tuntutan.
Reuters melaporkan, sebuah kelompok ultra-royalis mengirim surat kepada pemerintah Thailand pada hari Kamis, 25 November 2021, mengatakan bahwa kampanye Amnesty International untuk mengakhiri tuntutan pidana terhadap pengunjuk rasa yang menyerukan reformasi monarki telah merusak keamanan nasional.
Lebih dari 1.600 aktivis kini menghadapi dakwaan terkait keamanan, termasuk setidaknya 160 orang yang didakwa di bawah undang-undang ketat Thailand terhadap penghinaan terhadap monarki, yang berpotensi mendapat hukuman penjara hingga 15 tahun.
Tradisionalis Thailand menganggap monarki itu suci dan memandang penghinaan terhadap Raja Maha Vajiralongkorn sebagai ancaman bagi tatanan masyarakat. Protes yang dipimpin oleh para pemuda yang dimulai tahun lalu telah menantang tabu selama beberapa dekade terhadap kritik apapun terhadap raja.
Ditanya tentang permintaan kaum royalis pada konferensi pers, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mengatakan: “Kami sedang memeriksa apakah ada pelanggaran hukum dan ini melibatkan polisi dan kementerian dalam negeri.”
“Jika ada yang salah, maka (izin Amnesty International) akan dicabut,” tambahnya.
Amnesty mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah berada di Thailand selama beberapa dekade dan akan terus bekerja untuk mencegah, memantau dan meminta pertanggungjawaban negara, perusahaan, dan lainnya atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah hukum internasional.
“Kami akan terus melakukan ini secara independen dan tidak memihak berdasarkan fakta,” kata Amnesty International, yang merupakan salah satu dari beberapa kelompok hak asasi manusia yang vokal tentang penuntutan pemerintah Thailand terhadap aktivis politik.