CakapCakap – Cakap People! Bangladesh telah melaporkan 11.525 kasus COVID-19, rekor tertinggi dalam sehari sejak dimulainya pandemi, saat pihak berwenang khawatir akan krisis oksigen medis yang kritis dalam perawatannya.
Sedikitnya 163 orang meninggal dalam 24 jam terakhir, sehingga jumlah total menjadi 15.392, menurut data pemerintah pada hari Selasa, 6 Juli 2021. Total beban kasus adalah 966.406.
Al Jazeera melaporkan, Bangladesh pada hari Senin memperpanjang penguncian nasional yang ketat, mendesak warga tinggal di rumah mereka selama seminggu lagi karena jumlah kasus virus corona dan kematian mencapai rekor baru.
Kasus infeksi baru di Bangladesh meningkat bulan lalu ketika varian Delta – pertama kali ditemukan di India – melanda wilayah perbatasan negara itu di wilayah utara dan barat daya.
Negara ini berbagi perbatasan yang luas dengan India, dan para ahli kesehatan mengatakan jumlah sebenarnya dari infeksi dan kematian kemungkinan lebih tinggi.
Sementara itu, pasokan oksigen di rumah sakit COVID-19 di Bangladesh dikhawatirkan akan habis, sementara rumah sakit di ibu kota Dhaka mendekati titik puncaknya di tengah rekor lonjakan kasus.
Pejabat kesehatan negara itu mengatakan akan sulit untuk memenuhi permintaan pasokan oksigen jika infeksi harian terus tetap tinggi.
Negara ini memiliki total 1.217 tempat tidur unit perawatan insentif (ICU), Anadolu Agency melaporkan.
Dhaka sendiri memiliki 839 tempat tidur ICU, yang telah menciptakan tekanan besar pada ibu kota dan kesenjangan antar kota. Dari total, sekitar 356 tempat tidur ICU tersedia pada Selasa, menurut laporan Anadolu.
Belal Hossain Rahat, 30, seorang penduduk distrik Jhenaidah barat daya, mengatakan kepada Anadolu bahwa kedua orang tuanya mengalami kesulitan bernapas dan demam tinggi karena COVID-19 dan saat ini sedang dirawat di rumah mereka.
Tidak ada fasilitas ICU di RSUD Jhenaidah, menurut data Ditjen Pelayanan Kesehatan.
“Kondisi miskin dan samar yang ada di rumah sakit kabupaten telah memaksa kami untuk mengatur perawatan mereka di rumah. Kami sudah melakukan persiapan yang diperlukan. Dan jika kondisinya tidak berubah, kami harus pindah ke Dhaka untuk perawatan yang lebih baik,” kata Rahat.
Mengacu pada situasi saat ini di rumah sakit pemerintah di tingkat distrik, juru bicara DJCK Dr Nazmul Islam mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa rasio dokter-pasien di Bangladesh hanya 5,26 per 10.000 orang.
“Sampai saat ini belum ada krisis pasokan oksigen yang serius, tetapi jika angka infeksi terus berlipat ganda dan masyarakat membutuhkan oksigen maka tentu akan sulit untuk memenuhi permintaan tersebut,” katanya.
“Kami sudah menyiapkan rencana pengadaan untuk cadangan oksigen lebih banyak di sejumlah rumah sakit.”
DGHS mengatakan memiliki kapasitas untuk menyediakan 210-220 ton oksigen cair setiap hari.
Tetapi para ahli dan laporan media memperkirakan bahwa permintaan oksigen harian telah melampaui 230 ton di tengah melonjaknya infeksi sejak pekan lalu.
Negara ini juga menghadapi krisis dalam vaksinasi setelah India menghentikan ekspor vaksin AstraZeneca karena sedang mengatasi wabahnya sendiri pada bulan April. Bangladesh memiliki kesepakatan untuk mendapatkan 30 juta dosis dari Institut Serum India.
Baru empat juta warga Bangladesh yang telah divaksinasi di negara berpenduduk 160 juta orang. Pihak berwenang berharap untuk memulai kampanye vaksinasi massal baru dengan Sinopharm China dan vaksin lainnya.