CakapCakap – Cakap People! Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Kamis, 15 Juli 2021, bahwa penyelidikan asal-usul pandemi COVID-19 di China terhambat oleh kurangnya data mentah pada hari-hari pertama penyebaran di sana dan WHO mendesak China agar lebih transparan.
Sebagaimana diketahui sebelumnnya, sebuah tim yang dipimpin WHO telah menghabiskan waktu empat minggu di dan sekitar pusat kota Wuhan dengan para peneliti China dan mengatakan dalam laporan bersama pada bulan Maret bahwa virus itu mungkin telah ditularkan dari kelelawar ke manusia melalui hewan lain.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa “pengenalan penularan melalui insiden laboratorium dianggap sebagai jalur yang sangat tidak mungkin,” tetapi negara-negara termasuk Amerika Serikat dan beberapa ilmuwan tidak puas dengan hasil laporan penyelidikan asal usul virus tersebut.
“Kami meminta China untuk transparan dan terbuka serta bekerja sama,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, Kamis, 15 Juli 2021, seperti dikutip Reuters.
“Kita berutang kepada jutaan orang yang menderita dan jutaan orang yang meninggal untuk mengetahui apa yang terjadi,” katanya.
China menyebut teori bahwa virus mungkin telah bocor dari laboratorium Wuhan “tidak masuk akal” dan berulang kali mengatakan bahwa “mempolitisasi” masalah ini akan menghambat penyelidikan.
Tedros akan memberi penjelasan singkat kepada 194 negara anggota WHO pada hari Jumat mengenai studi fase kedua yang diusulkan, kata pakar darurat utama WHO Mike Ryan.
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan rekan-rekan China kami dalam proses itu dan direktur jenderal akan menguraikan langkah-langkah untuk negara-negara anggota pada pertemuan besok, pada hari Jumat,” katanya kepada wartawan.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn, yang mengadakan pembicaraan dengan Tedros pada hari Kamis, mendesak China untuk memungkinkan penyelidikan tentang asal-usul pandemi COVID-19 berlanjut, dengan mengatakan lebih banyak informasi diperlukan.
Spahn, berbicara selama kunjungan ke markas besar WHO di Jenewa, juga mengumumkan sumbangan 260 juta euro ($ 307 juta) untuk program ACT-Accelerator WHO, yang bertujuan untuk memastikan seluruh dunia, termasuk negara-negara miskin, mendapatkan vaksin dan tes COVID-19.