CakapCakap – Cakap People! Presiden Joko Widodo telah meninjau pusat-pusat vaksinasi di Jakarta, mengawasi program vaksinasi nasional dan mendorong masyarakat di ibu kota untuk mendapatkan vaksinasi dengan cepat.
“Saya sudah sampaikan ke Gubernur DKI Jakarta, akhir Agustus ini targetnya 7,5 juta warga Jakarta harus sudah divaksin,” katanya pada Rabu, 14 Juni 2021, saat meninjau acara vaksinasi massal di kawasan pemukiman, seperti dikutip Channel News Asia.
Dengan lebih dari dua juta kasus COVID-19, Indonesia saat ini bergulat dengan lonjakan infeksi setelah liburan Idul Fitri bulan lalu di mana masyarakat kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dengan orang yang dicintai dan kerumunan orang memadati tempat-tempat wisata.
Meski Jokowi, sapaan akrab presiden, mengakui target inokulasi 7,5 juta warga Jakarta cukup ambisius, namun menurutnya hal itu harus dilakukan untuk mencapai herd immunity di ibu kota. Jakarta, yang merupakan episentrum pandemi COVID-19, berpenduduk sekitar 10,5 juta orang.
Para ahli yang diwawancarai oleh Channel News Asia mengatakan adalah mungkin untuk menyuntik 7,5 juta warga Jakarta pada akhir Agustus karena ibu kota memiliki infrastruktur dan vaksin yang cukup. Namun, tidak dapat dipastikan bahwa ini akan menciptakan kekebalan kawanan (herd immunity).
Untuk mencapai herd immunity, diperlukan waktu agar antibodi dapat direproduksi, kata Profesor Tjandra Yoga Aditama yang merupakan mantan direktur World Health Organization South-East Asia Regional Office (WHO SEARO).
Dia juga mencatat bahwa efektivitas vaksin belum sepenuhnya diketahui. “Setiap vaksin praktis bisa menangani varian saat ini, tetapi khasiatnya menurun (untuk varian baru yang menjadi perhatian),” katanya.
Indonesia telah menerima sekitar 104,7 juta vaksin dengan mayoritas dari Sinovac, diikuti oleh AstraZeneca dan Sinopharm.
Per Senin, 21 Juni 2021, setidaknya 3,5 juta orang di Jakarta telah menerima suntikan pertama mereka sementara sekitar 1,8 juta telah menerima suntikan kedua mereka.
Prof Aditama yang kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Jakarta ini menjelaskan, untuk mencapai target tersebut, setidaknya ada lima faktor yang akan berperan, yakni ketersediaan vaksin, infrastruktur, keraguan vaksin, kemudahan mendapatkan vaksinasi, dan komunikasi publik.
Ia menilai, meski secara umum ketersediaan dan infrastruktur vaksin bukan masalah utama di Jakarta, faktor-faktor seperti kemudahan mendapatkan vaksinasi, keragu-raguan vaksin, dan komunikasi publik tidak bisa dianggap enteng.
Dia menyarankan untuk mempermudah akses ke pusat vaksinasi dengan mendirikan pusat vaksin di semua klinik kesehatan selain di stadion dan mal di pusat kota.
Masdalina Pane, Ketua Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), juga meyakini target 7,5 juta tersebut bisa tercapai.
“Relatif lebih mudah untuk dicapai karena di Jakarta, akses kesehatan tidak menjadi masalah,” katanya.
Namun dia juga mempertanyakan apakah herd immunity bisa dicapai dengan mudah.
“Herd immunity bisa dicapai tidak hanya melalui vaksinasi. Mereka yang telah tertular COVID-19 juga memiliki beberapa (antibodi).
“Tetapi ada kasus di mana meskipun orang tersebut positif dan sembuh, orang tersebut tidak mengembangkan antibodi.
“Dan kedua, belum ada bukti di antara mereka yang telah divaksinasi berapa lama (vaksin) dapat memberikan perlindungan. Karena jika bisa melindungi selama enam bulan, maka mereka yang divaksinasi pada Januari – program vaksinasi dimulai pada 13 Januari – pada Juli harus divaksinasi lagi.”
Dia menambahkan: “Pengendalian perlu melibatkan beberapa kegiatan, itu tidak bisa dilakukan hanya dengan vaksinasi.”
Untuk menahan penyebaran COVID-19, Pane menyarankan perlu diambil langkah-langkah yang lebih kuat seperti menutup perbatasan dan memiliki masa karantina yang lebih lama bagi mereka yang tiba di Indonesia dari luar negeri.
Indonesia saat ini memberlakukan kebijakan karantina lima hari bagi orang yang datang dari luar negeri, kecuali wisatawan dari India, Pakistan, dan Filipina yang perlu dikarantina selama 14 hari.
Ia juga mengatakan tracing perlu dilakukan secara ketat dan benar, terutama bagi orang-orang yang datang dari luar negeri.
“Di Indonesia, jika penelusuran dilakukan secara kuat, variant of concern masih bisa dibendung. Soalnya… pengujian dilakukan pada hari pertama kontak (antara satu orang dengan COVID-19 dan lainnya).
Dia juga mencatat bahwa selama karantina, tes keluar dilakukan pada hari kelima.
“Untuk COVID-19, masa inkubasinya dua hingga 14 hari. Rata-rata lima hari…. tetapi ada banyak yang hanya menunjukkan gejala setelah hari ke lima, bahkan ada beberapa yang menunjukkan gejala setelah hari ke 14.”
Meskipun tidak diketahui kapan mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) pada akhir Agustus, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan bahwa pihak berwenang harus fokus untuk memvaksinasi sebanyak mungkin orang di Jakarta.
“Masyarakat, swasta, semuanya harus dilibatkan,” katanya.
Riono juga mencatat bahwa ada banyak orang yang bekerja atau tinggal di Jakarta tetapi ID mereka tinggal di tempat lain dan ini dapat menghambat vaksinasi.
“Jangan fokus pada punya KTP Jakarta atau tidak. Itu pendekatan yang sangat ketinggalan zaman.”
Dia menambahkan: “Hanya memvaksinasi orang sebanyak mungkin … Vaksin hanya dapat bekerja jika disuntikkan ke manusia.”