in

Ketebalan Es di Puncak Jaya Papua Terus Menyusut, Diprediksi Tahun 2025 Bakal Lenyap

Kondisi tersebut dipicu oleh adanya cuaca ekstrem

CakapCakap – Cakap People, kamu pasti tak asing lagi bukan dengan Puncak Jaya, Gunung Jayawijaya, Papua? Gunung tersebut dikenal memiliki salju di puncaknya.

Namun lantaran terus-menerus mengalami penyusutan, es di sana diprediksi bakal habis. Tentu ini bukan hal yang baik bukan?

Penyusutan Es di Puncak Jaya

Perbandingan ketebalan es di puncak Jaya. Gambar via boombastis.com

Hal itu disampaikan oleh Dwikorita Karnawati selaku Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Ia menyebut jika terjadi penyusutan gunung es di puncak Jaya, Gunung Jayawijaya secara signifikan.

Tak hanya itu, ia juga memprediksi jika di tahun 2025 mendatang gunung es yang berada di puncak Jaya akan habis, apabila kondisi penyusutan masih terus berlangsung.

“Saat ini, saat penelitian tersebut di tahun 2021, penyusutan ketebalan es dipuncak Jayawijaya telah mencapai 23,46 meter. Nah, ini padahal tahun 2010, ketebalannya 31,49 meter,” papar Dwikorita dikutip via Kompas.

Ia juga menyebut jika pada Juni 2010 lalu, ketebalan es di puncak Jaya mencapai angka 31,49 meter. Namun ketebalan es tersebut berkurang sebanyak 5,26 meter dari 2010 hingga 2015 dengan penyusutan rata-rata 1,05 meter per tahun.

Menurutnya, apabila situasi tersebut tak ditindak lanjut, maka bisa membuatnya makin parah. Skenario terburuknya, ketebalan es di puncak berketinggian 4.884 mdpl itu bakal habis. Lantas, apa penyebab ketebalan es itu menyusut?

Dampak Cuaca Ekstrem

Suhu panas makin ekstrem. Gambar via hitekno.com

Dwikorita menjelaskan jika penyusutan terjadi akibat adanya perubahan iklim global yang dirasakan dampaknya di Tanah Air. Selain ketebalan es Gunung Jayawijaya diprediksi hilang, ia juga menyebutkan perkiraannya yang lain. Di mana akan terjadi lonjakan temperatur sampai 4 derajat celsius di akhir abad ke-21.

“Padahal peringatan dunia, tidak boleh melampaui 2 derajat celsius kenaikannya. Dan itulah yang mengakibatkan sering terjadinya cuaca ekstrem, karena suhunya semakin panas,” tambahnya.

Cuaca ekstrem yang terjadi sekarang ini diakibatkan adanya efek gas rumah kaca yang makin tidak terkendali. Gas rumah kaca, menurut Dwikorita banyak dihasilkan dari segmen industri transportasi yang memakai bahan bakar fosil.

“Ini kalau tanpa pengendalian, atau hanya seperti saat ini, maka dari grafik ini menunjukkan, hampir di seluruh pulau di Indonesia, sampai akhir abad ke-21, kenaikan suhu dapat mencapai hampir 4 derajat celsius,” terangnya.

Maka dari itu, ia berharap agar emisi gas rumah kaca bisa diminimalisir oleh semua pihak. Jika hal tersebut bisa dilakukan, maka kurva kenaikan temperatur bakal melandai Cakap People.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Uji Klinis di AS: Vaksin AstraZeneca 79% Efektif Melawan Gejala COVID-19

Berikut 7 Wisata Hutan Paling Indah di Indonesia