CakapCakap – Cakap People! Junta militer Myanmar memblokir Facebook dengan alasan untuk memastikan stabilitas di negara itu pada hari Kamis, 4 Februari 2021, dan para aktivis mengatakan setidaknya tiga orang ditangkap pada protes jalanan terhadap kudeta yang menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi menghadapi dakwaan karena mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal setelah militer melakukan pengambilalihan kekuasaan pada hari Senin, 1 Februari, yang telah menarik kecaman Barat dan menyerukan kepada junta untuk menghormati kemenangan telak partai Suu Kyi dalam pemilihan umum November 2020 lalu.
Reuters melaporkan, penentangan terhadap junta militer Myanmar telah muncul dengan sangat kuat di Facebook, yang merupakan platform internet utama negara itu dan mendukung komunikasi untuk bisnis dan pemerintahan. Selain media sosial Facebook, perpesanan WhatsApp milik Facebook Inc juga diblokir, termasuk Instagram.
Facebook masih tersedia secara sporadis dan para demonstran di kota kedua Mandalay menggunakannya untuk menyiarkan langsung protes jalanan pertama sejak kudeta di negara dengan sejarah berdarah penumpasan demonstrasi.
“Protes rakyat terhadap kudeta militer,” bunyi salah satu spanduk.
Kelompok yang terdiri dari sekitar 20 orang meneriakkan: “Pemimpin kami yang ditangkap, bebaskan sekarang, bebaskan sekarang.”
Tiga orang ditangkap setelah protes itu, kata tiga kelompok mahasiswa yang terpisah. Reuters tidak dapat menghubungi polisi untuk dimintai komentar.
Reuters melaporkan, provider internet di Myanmar termasuk telekomunikasi milik negara MPT memblokir akses layanan milik Facebook Inc di negara itu pada Kamis, 4 Februari 2021, beberapa hari setelah para pemimpin militer merebut kekuasaan melalui kudeta.
Sebuah surat yang diposting online oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi semalam mengatakan Facebook akan diblokir hingga 7 Februari demi “stabilitas”.
Beberapa pengguna di Myanmar melaporkan bahwa mereka tidak dapat mengakses beberapa layanan Facebook.
Grup pemantau jaringan NetBlocks mengonfirmasi bahwa MPT telekomunikasi milik negara, yang mengatakan memiliki 23 juta pengguna, telah memblokir Facebook serta layanan Messenger, Instagram, dan WhatsApp. Telenor Asa dari Norwegia mengatakan baru saja memblokir Facebook untuk mematuhi perintah tersebut.
Juru bicara Facebook Andy Stone mengakui gangguan tersebut.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas sehingga orang-orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman mereka serta mengakses informasi penting,” katanya.
Separuh dari 53 juta penduduk Myanmar menggunakan Facebook, yang bagi banyak orang identik dengan internet.
“Saat ini orang-orang yang mengganggu stabilitas negara … menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah dan menyebabkan kesalahpahaman di antara orang-orang dengan menggunakan Facebook,” kata surat Kementerian itu.
Telenor menyatakan “sangat prihatin” tentang perintah tersebut, yang dikatakannya bahwa perintah pemblokiran itu telah diterima oleh semua operator seluler dan provider layanan internet pada hari Rabu, 3 Februari 2021.
Dikatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menyampaikan kepada para pengguna ke pesan yang mengatakan website Facebook tidak dapat diakses karena perintah pemerintah.
“Meskipun arahan tersebut memiliki dasar hukum dalam hukum Myanmar, Telenor tidak percaya bahwa permintaan tersebut didasarkan pada kebutuhan dan proporsionalitas, sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional,” katanya.
Pada hari Selasa, 2 Februari 2021, militer Myanmar memperingatkan agar tidak memposting apa yang mereka sebut sebagai rumor di media sosial yang dapat memicu kerusuhan dan menyebabkan ketidakstabilan.
Penyelidik hak asasi manusia PBB sebelumnya mengatakan ujaran kebencian di Facebook telah memainkan peran kunci dalam mengobarkan kekerasan di Myanmar. Perusahaan mengatakan terlalu lambat untuk bertindak dalam mencegah informasi yang salah dan kebencian di negara tersebut.
Minggu ini, Facebook mengatakan pihaknya memperlakukan situasi di Myanmar sebagai keadaan darurat dan mengambil tindakan sementara untuk melindungi dari bahaya seperti menghapus konten yang memuji atau mendukung kudeta, menurut seorang juru bicara.