CakapCakap – Cakap People! Indonesia kemungkinan tidak akan mendapatkan vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh perusahaan farmasi multinasional Amerika, Pfizer yang bermitra dengan perusahaan bioteknologi Jerman Biopharmaceutical New Technologies, atau BioNTech. Pasalnya, vaksin tersebut memerlukan suhu pendinginan yang jauh melebihi kapabilitas logistik nusantara. Demikian diungkapkan top eksekutif perusahaan farmasi milik negara pada hari Jumat, 20 November 2020.
Indonesia menargetkan bisa memvaksinasi 107 juta warga hingga akhir tahun depan. Memenuhi target itu, Indonesia telah mendapatkan komitmen untuk mendapatkan vaksin dari Biotek Sinovac China, Grup Farmasi Nasional China (Sinopharm), dan CanSino Biotech. Namun, mereka belum mengumumkan hasil uji klinis tahap III mereka.
Sebagaimana diketahui, Pfizer sudah mengumumkan awal bulan ini bahwa vaksinnya memiliki efektivitas 95 persen dalam mencegah COVID-19. Pada hari Jumat, Pfizer mengajukan izin penggunaan darurat ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), dengan mengatakan siap untuk mengirimkan vaksin dalam waktu 24 jam setelah persetujuan.
“Memang Pfizer baru saja merilis hasil uji klinis tahap III. Efektifitasnya di atas 96 persen. Tapi vaksin itu membutuhkan suhu penyimpanan minus 70 derajat Celcius,” kata Honesti Basyir, Direktur Utama PT Bio Farma — perusahaan farmasi milik negara, seperti dikutip Jakarta Globe.
“Indonesia tidak memiliki kapabilitas seperti itu, dan berbahaya jika vaksin ini tidak disimpan pada suhu yang sesuai. Bahkan akan rusak sehingga nantinya bila diberikan kepada masyarakat akan membahayakan,” kata Honesti.
Sebagai perbandingan, vaksin Moderna membutuhkan minus 20 derajat Celcius untuk penyimpanannya, sedangkan vaksin Sinovac hanya membutuhkan suhu penyimpanan antara 2 hingga 8 derajat Celcius. Lemari es rumah biasanya dapat menyetel suhu freezer serendah minus 18 derajat Celcius.
Honesti mengatakan jika Indonesia memutuskan untuk membeli vaksin Pfizer atau Moderna, pemerintah perlu mengeluarkan dana tambahan untuk merombak jaringan distribusi rantai pendinginnya guna menangani pengangkutan vaksin pada suhu antara minus 20 hingga 70 derajat Celcius.
“Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar Indonesia bisa lebih cepat mengirimkan vaksin, mulai dari pengembangan atau pengadaannya, hingga program distribusi dan vaksinasi ke masyarakat,” kata Honesti.
Vaksin Sinovac
Bio Farma saat ini terlibat dengan Sinovac dalam uji klinis tahap ketiga di Bandung Jawa Barat untuk vaksin COVID-19. Perusahaan farmasi yang dikendalikan negara itu akan memproduksi beberapa vaksin Sinovac untuk pasar lokal setelah vaksin tersebut mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penny Lukito, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengatakan pada hari Kamis, 19 November 2020, bahwa dia memperkirakan vaksin Sinovac akan mendapatkan izin penggunaan darurat dari izin badan tersebut pada minggu ketiga atau keempat Januari 2021, karena BPOM perlu mengevaluasi hasil sementara dari uji klinis tahap ketiga vaksin.
“Kami terus melakukan quality control, khasiat dan keamanan sesuai dengan acuan dan pedoman [Organisasi Kesehatan Dunia]. Jika datanya lengkap, estimasi vaksin untuk mendapatkan EUA adalah minggu ketiga atau keempat Januari,” ujarnya.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal tinjauan sejawat, Lancet Infectious Diseases awal pekan ini menunjukkan vaksin Sinovac dapat memicu respons kekebalan di antara 700 peserta dalam uji klinis fase satu dan fase dua perusahaan. Sinovac akan menunggu hasil dari uji coba fase tiga, yang juga dilakukan di Brasil, untuk menilai kemanjuran vaksin.
Kebutuhan Vaksin COVID-19 Indonesia
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan hampir 236 juta dosis vaksin untuk mengimunisasi lebih dari 107 juta orang berusia antara 18-59 tahun atau sekitar 67 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada kelompok usia tersebut. Itu lebih rendah dari target sebelumnya yaitu 352 juta dosis vaksin untuk 160 juta orang.
Pemerintah menargetkan untuk mendapatkan dan mendanai 30 persen dari kebutuhan, mencakup lebih dari 32 juta orang, termasuk orang miskin dan layanan kesehatan dan pekerja garis depan COVID-19. Sementara 204 juta orang lainnya harus membeli sendiri vaksin dari perusahaan seperti Bio Farma.
Bagi mereka yang harus membeli vaksin sendiri, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah akan menyediakan 88,2 juta dosis dari Sinovac, 30 juta dosis dari Novavax, dan 46,8 juta dosis vaksin Merah Putih, yang dikembangkan oleh tim Indonesia di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.