CakapCakap – Cakap People! Vaksin COVID-19 eksperimental Sinovac Biotech telah memicu respons kekebalan tubuh dengan cepat meskipun tingkat antibodi yang dihasilkan lebih rendah daripada orang yang telah pulih dari penyakit tersebut. Demikian ditunjukkan dari hasil uji klinis tahap awal pada hari Rabu, 18 November 2020.
Reuters melaporkan, uji coba tahap awal hingga pertengahan tidak dirancang untuk menilai kemanjuran vaksin yang dinamakan CoronaVac tersebut. Para peneliti mengatakan vaksin tersebut dapat memberikan perlindungan yang cukup, berdasarkan pengalaman mereka dengan vaksin lain dan data dari studi praklinis terhadap kera.
Studi ini menjadi panas setelah berita optimis bulan ini dari produsen obat AS Pfizer dan Moderna serta Rusia yang menunjukkan vaksin eksperimental mereka lebih dari 90% efektif berdasarkan data sementara dari uji coba tahap akhir dalam skala yang lebih besar.
CoronaVac dan empat vaksin eksperimental lainnya yang dikembangkan di China saat ini sedang menjalani uji coba tahap akhir untuk menentukan keefektifannya dalam mencegah COVID-19.
Temuan Sinovac, yang diterbitkan dalam makalah yang ditinjau oleh rekan sejawat di jurnal medis The Lancet Infectious Diseases ini, berasal dari hasil uji klinis Fase I dan Fase II di China yang melibatkan lebih dari 700 peserta.
“Temuan kami menunjukkan bahwa CoronaVac mampu memicu respons antibodi yang cepat dalam empat minggu setelah imunisasi dengan memberikan dua dosis vaksin pada interval 14 hari,” Zhu Fengcai, salah satu penulis makalah tersebut.
“Kami percaya bahwa ini membuat vaksin cocok untuk penggunaan darurat selama pandemi,” tambah Zhu.
Para peneliti mengatakan temuan dari uji klinis tahap akhir, atau uji coba Fase III, akan sangat penting untuk menentukan apakah respons kekebalan yang dihasilkan oleh CoronaVac cukup untuk melindungi orang dari infeksi virus corona.
Sinovac saat ini menjalankan uji klinis Tahap III di Indonesia, Brasil, dan Turki.
Profesor Naor Bar-Zeev dari Universitas John Hopkins, yang tidak terlibat dalam studi itu mengingatkan hasil harus diinterpretasikan dengan hati-hati sampai hasil uji klinis tahap akhir dipublikasikan.
“Meski begitu, setelah uji coba Fase III dan setelah perizinan, kita harus tetap berhati-hati,” ujarnya.
Opsi Menarik
CoronaVac adalah satu dari tiga vaksin COVID-19 eksperimental yang telah digunakan China dan disuntikkan ke ratusan ribu orang di bawah program penggunaan darurat. Dua vaksin lainnya adalah CanSino dan Sinopharm.
Gang Zeng, seorang peneliti Sinovac yang terlibat dalam studi CoronaVac, mengatakan vaksin ini bisa menjadi pilihan yang menarik karena dapat disimpan di lemari es normal dengan suhu 2-8 derajat Celcius dan dapat tetap stabil hingga tiga tahun.
“Vaksin ini menawarkan beberapa keuntungan dalam proses distribusi ke daerah yang sulit mendapat akses pendinginan,” kata Gang Zeng.
Sebagaimana diketahui, vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer / BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi baru yang disebut RNA Messenger Sintetic (mRNA) untuk mengaktifkan sistem kekebalan terhadap virus dan membutuhkan penyimpanan yang jauh lebih dingin.
Vaksin Pfizer harus disimpan dan diangkut pada suhu minus 70C meskipun dapat disimpan di lemari es biasa hingga lima hari, atau hingga 15 hari dalam kotak pengiriman termal. Kandidat Moderna diharapkan stabil pada suhu lemari es normal selama 30 hari, tetapi untuk penyimpanan hingga enam bulan perlu disimpan pada suhu minus 20C.
CoronaVac juga sedang dipertimbangkan oleh Brasil dan Indonesia untuk inokulasi dalam beberapa bulan mendatang. Indonesia telah meminta otorisasi darurat untuk memulai kampanye vaksinasi massal pada akhir tahun ini dan vaksin yang diproduksi oleh Sinovac dan Sinopharm China dijadwalkan untuk digunakan pada tahap awal kampanye.
Sao Paulo Brasil juga berencana untuk meluncurkan CoronaVac paling cepat Januari dan telah menyetujui kesepakatan pasokan dengan Sinovac.
“Keamanan yang sangat baik dari CoronaVac, dibandingkan dengan vaksin lain yang sedang dikembangkan, membuat penerimaan yang lebih besar oleh populasi,” kata Ricardo Palacios, manajer percobaan pusat biomedis Institut Butantan Brasil, yang menguji CoronaVac, kepada Reuters.