in ,

Antibodi Sejumlah Survivor COVID-19 Menyerang Tubuhnya Sendiri

Para pasien ini mengalami COVID-19 bergejala berat atau COVID-19 kritis. Namun tak ada satu pun pasien yang memiliki riwayat gangguan autoimun.

CakapCakapCakap People! Beberapa orang yang sembuh dari COVID-19 (survivor COVID-19) memproduksi molekul bernama autoantibodi. Alih-alih menyerang virus, autoantibodi ini justru menyerang materi genetik dari sel-sel manusia, mirip seperti penyakit lupus dan rheumatoid arthritis.

Respon imun yang keliru ini dinilai dapat memperparah kondisi pasien COVID-19 bergejala berat. Selain itu, temuan terbaru ini juga dinilai dapat menjelaskan kenapa sebagian pasien Covid-19 masih merasakan gejala selama berbulan-bulan setelah dinyatakan sembuh.

Temuan ini telah diunggah dalam MedRxiv, namun belum dipublikasikan pada jurnal ilmiah. Dalam studi terbaru ini, tim peneliti memeriksa 52 pasien di sistem layanan kesehatan Emory, di Atlanta.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Para pasien ini mengalami COVID-19 bergejala berat atau COVID-19 kritis. Namun tak ada satu pun pasien yang memiliki riwayat gangguan autoimun.

Tim peneliti mendapati adanya autoantibodi yang mengenali DNA pada hampir setengah pasien yang terlibat dalam studi. Tim peneliti juga menemukan antibodi yang menyerang protein bernama rheumatoid factor dan protein lainnya yang membantu pembekuan darah.

Autoantibodi lebih umum ditemukan pada pasien-pasien COVID-19 dengan kondisi yang paling serius. Lebih dari 70 persen pasien dengan kondisi yang sangat serius memiliki autoantibodi yang menyerang salah satu target yang diteskan.

Sebagian dari autoantibodi yang ditemukan tim peneliti berkaitan dengan masalah aliran darah, menurut ahli imunologi dan ahli penyakit lupus Ann Marshak-Rothstein, dari Univeristy of Massachusetts.

“Sangat mungkin bahwa beberapa masalah koagulasi yang Anda lihat pada pasien COVID-19 didorong oleh kompleks imun sejenis ini,” papar Marshak-Rothstein, seperti dilansir Independent, Rabu, 28 Oktober 2020.

Bila autoantibodi ini bertahan lama, maka masalah-masalah kesehatan yang dialami survivor COVID-19 juga dapat bertahan lama, dan bahkan seumur hidup.

Ilustrasi virus corona. [Foto: Reuters]

Pada dasarnya infeksi virus menyebabkan sel-sel manusia yang terinfeksi mati. Sel ini mati dalam diam. Namun, terkadang sel yang mati ini bisa “meledak”, khususnya pada kasus infeksi yang berat. Ketika hal ini terjadi, DNA yang biasanya tertutup dalam bundel melingkar di nukleus tiba-tiba akan tersebar dan terlihat.

Pada respon terhadap virus yag umum, sel B di dalam tubuh akan membuat antibodi. Tujuannya adalah untuk mengenali bagian-bagian RNA dari virus dan mengunci mereka.

Akan tetapi pada kondisi seperti lupus, beberapa sel B tidak mempelajari hal ini. Sel B tersebut justru memproduksi autoantibodi yang justru mengenali sisa-sisa DNA dari sel-sel manusia yang mati dan menganggapnya sebagai pengganggu. Hal yang sama mungkin terjadi pada pasien COVID-19, menurut studi terbaru ini.

Temuan terbaru ini dinilai memiliki implikasi penting dalam terapi pasien COVID-19. Tim peneliti menilai para dokter dapat memanfaatkan tes untuk mendeteksi autoantibodi pada pasien COVID-19. Setelah itu, dokter dapat mengenali pasien mana yang kira-kira mungkin bisa mendapatkan manfaat dari terapi yang biasanya diberikan untuk lupus dan rheumatoid arthritis.

INDEPENDENT, REPUBLIKA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Regeneron: Pengobatan Antibodi COVID-19 Mengurangi Kunjungan Medis dalam Uji Coba

Studi: Polusi Udara Tingkatkan Risiko Kematian Akibat COVID-19