CakapCakap – Cakap People! Pemerintah daerah sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan peraturan daerah sebagai jalan hukum untuk memberikan sanksi kepada orang-orang yang menolak divaksinasi COVID-19.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan telah menginstruksikan jajarannya untuk mengkaji aspek hukum perda tersebut.
“Saya tadi sudah instruksikan untuk mengkaji secara aturan hukum. Apakah kalau orang menolak vaksin itu melanggar situasi seperti ini (pandemi), atau kita yang memaksa melanggar HAM. Itu juga sedang kita bahas,” kata Gubernur Ridwan Kamis, Kamis, 22 Oktober 2020 seperti dikutip oleh Kompas.com.
Dia menambahkan, pemerintah Jawa Barat akan mengintensifkan upaya untuk mengedukasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran tentang vaksin, seiring persiapan pemerintah pusat untuk meluncurkan program vaksinasi COVID-19 pertama di Tanah Air.
Pemerintah Jakarta pada hari Senin, 19 Oktober 2020, mengeluarkan peraturan baru tentang penanganan COVID-19 yang juga mengatur sanksi bagi orang-orang yang menolak program vaksinasi.
Pasal 30 Peraturan Daerah Penanggulangan COVID-19 yang baru disahkan dalam rapat paripurna, Senin, 19 Oktober 2020 tersebut menetapkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menolak untuk menjalani pengobatan dan / atau vaksinasi COVID-19 akan didenda hingga Rp 5 juta, menurut salinan rancangan akhir peraturan yang diperoleh The Jakarta Post.
Kemungkinan pemberian sanksi anti-vaxxers COVID-19 meningkat karena pemerintah pusat berencana untuk mendapatkan otorisasi penggunaan darurat sesegera mungkin untuk beberapa kemungkinan vaksin.
Pemerintah berharap mendapatkan otorisasi pada November dan menggelar program vaksinasi paling cepat Januari 2021. Namun, rencana tersebut telah dikritik oleh para dokter di seluruh negeri yang mendesak pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam program vaksinasi dan harus menunggu hasil uji coba yang sedang berlangsung dari kemungkinan vaksin untuk dipublikasikan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan, pemerintah harus memilih vaksin yang terbukti efektif, aman dan memiliki imunogenisitas, atau mampu menginduksi respon imun. Sejauh ini, belum ada vaksin yang disetujui untuk penggunaan penuh di seluruh dunia. Setidaknya ada 12 kemungkinan vaksin sedang menjalani fase tiga uji klinis, tetapi tidak ada yang lolos tes, New York Times melaporkan, seperti dilansir The Jakarta Post.