CakapCakap – Cakap People! Tagar #RepublicofThailand menjadi tren Twitter di Thailand pada hari Jumat, 25 September 2020, setelah keputusan parlemen untuk menunda kemungkinan perubahan pada konstitusi. Keputusan tersebut membuat marah pengunjuk rasa di negara kerajaan di Asia Tenggara ini.
Reuters melaporkan, selama lebih dari dua bulan berlangsungnya unjuk rasa anti-pemerintah, beberapa pemimpin aksi mengatakan mereka mengupayakan reformasi untuk mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Tetapi mereka menegaskan tidak menargetkan untuk menjadikan Thailand menjadi negara republik.
Tagar Republik Thailand, telah digunakan di lebih dari 820.000 tweet dan merupakan tagar trending teratas di Thailand, menurut data Twitter.
Istana Kerajaan tidak berkomentar dan tidak menanggapi permintaan pernyataan atas protes atau tuntutan reformasi kerajaan. Thailand menjadi monarki konstitusional ketika monarki absolut berakhir pada 1932. Akan tetapi, kekuasaan raja meningkat sejak ia mewarisi takhta pada 2016.
Masih menurut laporan Reuters, juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri mengatakan dia belum melihat tagar tersebut dan menolak berkomentar. Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha tidak mengomentari tagar tersebut tetapi mengatakan kepada wartawan bahwa keamanan nasional adalah yang terpenting dan pengunjuk rasa akan dituntut jika mereka melanggar hukum.
Chan-ocha mengatakan, tidak ada masalah dengan amandemen konstitusi. Namun pada akhirnya semua keputusan berada di tangan parlemen.
Aktivis Parit “Penguin” Chiwarak mengatakan, kemarahan rakyat itu menunjukkan pemerintah harus memenuhi setidaknya beberapa tuntutan para pengunjuk rasa – termasuk seruan 10 poin untuk reformasi kerajaan.
“Ketika masyarakat sangat membutuhkan reformasi, mereka memikirkan revolusi. Lebih banyak keputusasaan akan menyebabkan lebih banyak agresi,” katanya kepada Reuters.
Parlemen, yang didominasi oleh pendukung pemerintah, memberikan suara pada hari Kamis, 24 September, untuk menunda pengambilan keputusan apakah akan mengubah konstitusi atau sebaliknya.
Para pengunjuk rasa dan anggota parlemen oposisi menuduh badan legislatif mencoba mengulur waktu.
Pada akhir pekan lalu, puluhan ribu pengunjuk rasa bergabung untuk menyerukan reformasi monarki.
Raja, yang menghabiskan sebagian besar waktunya di Eropa, melakukan kunjungan langka ke Thailand pada hari Kamis,, 24 September 2020, untuk upacara penghormatan kepada kakeknya, Pangeran Mahidol Adulyadej.
Warong Dechgitvigrom, yang memimpin aksi unjuk rasa ke parlemen dengan ratusan anggota kerajaan pada Rabu untuk menentang perubahan konstitusi. Dia mengatakan, tagar yang sedang tren itu merupakan bukti kolusi dengan orang asing yang tengah mencari dominasi atas Thailand.
“Kerajaan Thailand adalah jiwa bangsa. Jika ini dilemahkan, akan menimbulkan konflik dan memudahkan mereka untuk ikut campur. Mayoritas masyarakat Thailand tidak menginginkan republik,” katanya.