CakapCakap – Cakap Peopple! Indonesia akan segera kehabisan tempat tidur rumah sakit untuk menangani pasien COVID-19 dalam kondisi parah dan kritis, bakal menghadirkan bencana yang akan terjadi jika negara gagal mengendalikan penyebaran pandemi dalam beberapa minggu ke depan.
“Rumah sakit belum siap,” kata Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, dalam diskusi virtual dengan Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI), Minggu, 20 September 2020, melansir laporan Jakarta Globe.
Jumlah kasus aktif COVID-19 naik jadi 1,6 persen setiap hari di bulan September, meningkat sebanyak 0,4 persen dari bulan lalu. Pada tingkat saat ini, kasus aktif Indonesia akan meningkat dua kali lipat menjadi 120.000 pada minggu pertama November 2020.
Data Kementerian Kesehatan pada 7 September menunjukkan bahwa negara ini hanya memiliki setengah dari rumah sakit COVID-19 yang masih tersedia.
Wiku mengatakan dengan 57.796 kasus aktif saat ini, unit perawatan intensif (ICU) di negara ini hampir penuh, dan pasien kesulitan menemukan ruang perawatan. Petugas medis kewalahan, dan dokter terus meninggal karena COVID-19. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pekan lalu mengatakan 117 dokter telah meninggal akibat penyakit itu sejak pandemi mulai.
“Jika tren ini tidak berhenti, maka akan meluas kelelahan di kalangan tenaga medis,” kata Wiku yang juga Ketua Dewan Pakar Manajemen COVID-19.
Ia mengatakan, masyarakat Indonesia tidak boleh bergantung pada rumah sakit maupun tenaga medis sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19. Kapasitas rumah sakit tidak akan mampu mengatasi lonjakan pasien yang parah dan kritis.
“Masyarakat harus menjadi garda terdepan penanganan COVID-19,” kata Wiku mengimbau masyarakat lebih disiplin dalam memakai masker, menghindari keramaian, dan rutin mencuci tangan.
Epidemiologi Universitas Indonesia Iwan Ariawan, yang juga hadir dalam diskusi, mengatakan tampaknya menjaga jarak satu sama lain dan menghindari keramaian adalah satu-satunya tindakan pencegahan yang menunjukkan efektivitas di Indonesia saat ini.
Pasca pembatasan sosial berskala besar (PSBB), jumlah kasus baru COVID-19 melambat. Tetapi setelah pemerintah mengurangi pembatasan dan mengizinkan orang untuk bepergian, jumlahnya melonjak.
Warga Indonesia, kata Iwan, belum cukup disiplin untuk memakai masker dengan baik dan terkesan lalai dalam mencuci tangan. Selain itu, upaya pemerintah untuk menguji, melacak, dan mengisolasi pasien COVID-19 tidak cukup cepat untuk mengimbangi laju penyebaran COVID-19.
Iwan mengatakan Kementerian Kesehatan mewajibkan pelacakan kontak pada pasien suspek hanya akan dimulai setelah hasil polymerase chain reaction (PCR) memastikan bahwa pasien suspek itu positif mengidap virus corona. Di Indonesia, hasil tes biasanya baru diketahui hasilnya tiga hari setelah sampel diambil dari pasien.
“Pelaksanaan cuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker, serta pengujian, penelusuran, dan isolasi masih rendah. Jadi, langkah tersebut berdampak kecil terhadap penyebaran COVID-19 di Tanah Air,” kata Iwan.