in ,

Dokter Top Rusia Mundur: Vaksin COVID-19 Sputnik V “Sangat Melanggar” Etika Medis

Sejauh ini, belum ada artikel ilmiah yang dipublikasikan tentang vaksin tersebut yang tersedia untuk umum

CakapCakapCakap People! Dengan pengumuman Rusia yang mengklaim tentang vaksin COVID-19 pertama di dunia yang dikembangkan oleh mereka, banyak ahli kesehatan telah menyuarakan keprihatinan atas keamanan dan kemanjuran vaksin tersebut. Banyak yang menunjukkan bahwa vaksin yang diberi nama Sputnik V itu bahkan belum menjalani uji coba Fase III pada manusia, di mana uji coba ini diperlukan sebelum mendapat persetujuan pemerintah.

Selain itu, seorang pejabat tinggi kesehatan Rusia telah berhenti dari jabatannya setelah gagal memblokir pendaftaran vaksin Sputnik V. Menurut laporan, Profesor Alexander Chuchalin, dokter pernapasan top negara itu, secara resmi mengundurkan diri dari Kementerian Kesehatan Rusia. Ia bahkan menyebut Sputnik V sebagai ‘pelanggaran’ etka kedokteran.

Profesor Alexander Chuchalin.

Dalam artikel laporan The Daily Mail, Kamis, 13 Agustus 2020, Profesor Chuchalin mempertanyakan direktur Pusat Penelitian Gamaleya, Profesor Alexander Gintsburg dan ahli virologi Profesor Sergey Borosevich tentang keamanan vaksin.

Prof Chuchalin berkata:

“Sudahkan Anda melewati semua jalur yang diperlukan yang disetujui oleh undang-undang Federasi Rusia dan komunitas ilmiah internasional? Tidak!”

“Pekerjaan ini belum selesai. Karena itu, salah satu prinsip etika pengobatan telah dilanggar secara parah — tidak membahayakan.”

Sejauh ini, belum ada artikel ilmiah yang dipublikasikan tentang vaksin tersebut yang tersedia untuk umum, meskipun Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyatakan bahwa salah satu putrinya telah divaksinasi.

Ilustrasi. [Foto: REUTERS / Dado Ruvic / Ilustrasi]

Ahli virologi terkemuka, Alexander Chepurnov, yang sebelumnya bekerja sebagai kepala departemen penyakit menular Vector Institute, juga telah berbagi keprihatinannya tentang vaksin Sputnik V, dengan memperingatkan hal itu mungkin menyebabkan peningkatan jumlah kasus virus corona.

“Bahayanya ada dalam hal kemungkinan meningkatnya keparahan penyakit dengan vaksin yang salah. Pada beberapa penyakit — dan untuk virus corona, sudah diketahui bahwa infeksinya dapat meningkat dengan adanya antibodi tertentu. Jadi harus diketahui antibodi membentuk vaksin tersebut,” kata Chepurnov.

Sementara itu, survei ‘Doctor’s Handbook’ yang melibatkan 3.040 dokter dan spesialis kesehatan di Rusia menunjukkan bahwa 52 persen tidak bersedia divaksin dengan Sputnik V, sementara hanya sekitar 24,5 persen yang merasa nyaman untuk menerima vaksin tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Studi di India: Lebih dari 5 Juta Warga New Delhi Kemungkinan Sudah Terjangkit Virus Corona

Berbekal Alat Pendeteksi Logam, Dua Bule Ini Temukan Bongkahan Emas Senilai Rp 3 Miliar Lebih