CakapCakap – Cakap People! Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa Indonesia berisiko bisa meningkatkan penularan COVID-19 lokal dan menambah tekanan pada sistem perawatan kesehatan yang sudah terbebani dengan mengizinkan pembukaan kembali sekolah-sekolah di wilayah yang memiliki jumlah kasus sedikit atau masuk kategori zona kuning.
“Keputusan untuk mengizinkan siswa di zona kuning untuk kembali ke sekolah berisiko memperburuk penularan lokal, menempatkan beban lebih berat pada fasilitas perawatan kesehatan negara yang terbatas dan pekerja, serta dalam jangka panjang, memperlambat pemulihan ekonomi,” demikian pernyataan tertulis WHO pada hari Rabu, 12 Agustus 2020, terkait situasi terbaru, melansir Jakarta Globe, Jumat, 14 Agustus 2020.
Seperti diketahui, empat menteri telah mengeluarkan keputusan bersama pada Jumat lalu untuk mengizinkan sekolah di zona kuning dibuka kembali. Perintah tersebut merevisi keputusan mereka sebulan sebelumnya yang hanya mengizinkan sekolah di zona hijau – atau wilayah tanpa kasus COVID-19 yang dikonfirmasi setidaknya selama dua minggu – untuk melanjutkan aktivitas mereka.
Dengan keputusan tersebut, itu berarti ada 29 juta siswa atau 43 persen siswa Indonesia dapat kembali ke sekolah mereka dan berinteraksi dengan teman dan guru mereka. Bahkan dengan tindakan pencegahan kesehatan, penularan masih dapat terjadi. Selama seminggu terakhir, berbagai laporan bermunculan, menunjuk pada penularan di sekolah-sekolah.
Dinas Kesehatan Kalimantan Barat mengumumkan pada hari Senin, 10 Agustus 2020,bahwa lima siswa dan seorang guru dinyatakan positif virus corona. Federasi Persatuan Guru Republik Indonesia (FSGI) gugus sekolah lainnya mengungkapkan bahwa cluster sekolah lainnya juga muncul di Tulungagung dan Lumajang di Jawa Timur, Tegal, dan Pati di Jawa Tengah serta di Cilegon, Banten.
“Sekolah-sekolah menjadi cluster baru yang menunjukkan bahwa kekhawatiran FSGI sebelumnya tervalidasi,” kata Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi, Rabu.
“Dalam situasi darurat ini, membuka kembali sekolah dan menjalankan pembelajaran jarak jauh memiliki risiko sendiri-sendiri. Namun, pembelajaran jarak jauh relatif lebih aman bagi anak-anak dan guru. Artinya, pemerintah harus memperpanjang pembelajaran jarak jauh daripada membuka sekolah,” kata Satriwan.
Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak boleh terburu-buru membuka kembali sekolah di wilayahnya.
“Kalau orang tua tidak setuju, siswa boleh tinggal di rumah,” kata Wiku. “Selain itu, jika ada indikasi kondisi tidak aman atau peningkatan risiko, sekolah harus segera ditutup,” ujarnya.
Data WHO menunjukkan penularan COVID-19 di antara anak-anak telah meningkat dengan cepat dalam beberapa bulan terakhir.
“Secara global, dari 24 Februari hingga 12 Juli 2020, proporsi kasus yang dikonfirmasi berusia nol hingga empat tahun telah meningkat tujuh kali lipat sementara juga terjadi peningkatan enam kali lipat kasus berusia lima hingga 24 tahun,” kata WHO.
Data WHO menunjukkan kasus berusia lima hingga 14 tahun menyumbang 2,5 persen secara global. Di Indonesia, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa anak-anak berusia lima hingga 14 tahun menyumbang 3,8 persen dari total kasus positif di negara ini.