in ,

Di Denmark, Empati Jadi Mata Pelajaran Wajib di Sekolah Bagi Anak-Anak Sejak Usia Dini

Kalau saja kita bisa berhenti bersikap egois dan menyadari bahwa orang lain juga punya perasaan …

CakapCakapCakap People! Empati. Ini adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain, untuk merasakan apa yang mereka rasakan, berada di sana untuk mereka, untuk memahami mereka. Dengan kata lain, untuk melihat melalui mata orang lain, mendengarkan melalui telinga orang lain, dan merasakan melalui hati orang lain.

Empati sejati mengharuskan kamu mengesampingkan emosi, keluar dari yang sudah biasa, dan melihat dunia melalui perspektif yang sama sekali berbeda. Sederhananya, ini tentang menemukan bagian dari manusia lain di dalam diri kamu…

Dan karena itu… empati tidak bisa dirasakan oleh semua orang. Beberapa orang tidak mampu memahami perasaan orang lain. Pada saat yang sama bagi beberapa orang, rasa empati itu datang dengan sangat alami.

Bahkan, empati telah menjadi mata pelajaran wajib sekolah di Denmark.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Ya, di Denmark, empati bukan hanya sifat yang baik dan mengagumkan untuk dimiliki. Ini adalah pelajaran wajib sekolah yang setiap anak pelajari saat mereka tumbuh. Betapa mengagumkan dan sangat menginspirasi, ya?

Tidak heran jika PBB menobatkan Denmark sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia dalam UN’s World Happiness Report. Laporan ini pertama kali keluar pada tahun 2012, dan sejak itu Denmark memegang posisi sebagai salah satu dari 10 negara paling bahagia dari 155 negara. Mengajari dan memperkenalkan empati pada anak-anak sejak dini adalah aspek penting dalam hidup jelas merupakan salah satu alasan mengapa orang-orang di negara ini paling bahagia.

Mengajari empati telah diwajibkan di Denmark sejak 1993. Menurut website The Danish Way, subjek atau mata pelajaran ini sangat penting dalam kurikulum Denmark. Di setiap sekolah Denmark, ada kelas yang disebut “Klassens tid” yang biasanya diadakan satu jam per minggu. Di kelas ini, para siswa (antara usia 6-16) diperbolehkan dan didorong untuk berbagi masalah mereka dengan teman sekelas dan guru mereka sehingga mereka dapat membantu satu sama lain untuk menemukan solusi terbaik untuk setiap masalah yang dihadapi setiap anak di dalam kelas yang sedang dilalui.

Mereka hanya mendengarkan dan mencoba membantu satu sama lain. Upaya yang mereka lakukan adalah mencari solusi dan berada di sana untuk satu sama lain, tidak saling bersaing. Anak-anak kecil ini berpendapat bahwa persaingan harus dilakukan secara eksklusif dengan diri sendiri, bukan dengan orang lain. Bahwa fokus dalam hidup seharusnya tidak pernah untuk unggul atau menang di atas orang lain tetapi untuk bergabung dan bekerja bersama melalui setiap rintangan dalam hidup. Untuk membantu mereka yang membutuhkan, untuk memotivasi, untuk menginspirasi, untuk berbagi kebijaksanaan, untuk memberikan pengetahuan, dan yang paling penting, untuk tidak mementingkan diri sendiri.

Dan jika mereka tidak memiliki masalah untuk dibagikan, anak-anak sering menghabiskan waktu itu dengan berkumpul bersama, bersantai dan menikmati hygge. Bagi kamu yang tidak terbiasa dengan hygge, ini adalah kata (baik kata kerja maupun kata sifat) yang tidak memiliki terjemahan literal. Bagi orang Denmark, ini adalah konsep kesejahteraan. Mereka sering menggunakannya untuk menggambarkan perasaan khusus tertentu atau momen yang dibagikan dengan seseorang yang tersayang. Itu juga dapat digambarkan sebagai keadaan kebahagiaan dan kenyamanan mutlak, tidak adanya frustrasi atau apapun yang secara emosional meluap-luap atau dengan kata lain ini adalah kebahagiaan murni.

Itulah mengapa orang-orang ini tumbuh menjadi individu yang bahagia, dewasa, dan puas diri.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Orang-orang di seluruh dunia telah menulis banyak tentang praktik mereka. Namun salah satu penulis paling populer yang mengelaborasi topik ini adalah penulis dan psikolog Amerika Jessica Alexander, penulis buku “The Danish Way of Parenting: What the Happiest People in the World Know About Raising Confident, Capable Kids”.

“Seorang anak yang secara alami berbakat dalam matematika, tanpa belajar untuk berkolaborasi dengan teman sebayanya, tidak akan melangkah lebih jauh. Mereka akan membutuhkan bantuan dalam mata pelajaran lain. Ini adalah pelajaran yang bagus untuk diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini, karena tidak ada yang bisa menjalani hidup sendirian,” kata Jessica Alexander.

Dia kemudian melanjutkan: “Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketika Anda menjelaskan sesuatu kepada seseorang – seperti soal matematika misalnya – Anda tidak hanya mempelajari subjeknya jauh lebih baik daripada yang Anda lakukan dengan menghafalnya sendiri, tetapi Anda juga membangun keterampilan empati kami yang lebih jauh diperkuat dengan kehati-hatian tentang cara orang lain menerima informasi dan harus menempatkan diri pada posisi mereka untuk memahami cara kerja pembelajaran ”.

Well, Cakap People! Orang-orang ini, manusia-manusia dengan hati cantik ini sudah lebih dulu maju beberapa tahun di depan kita. Kita benar-benar harus banyak belajar dari mereka. Kalau saja kita bisa berhenti bersikap egois dan menyadari bahwa orang lain juga punya perasaan …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ingin Pakai Pelat Nomor Cantik untuk Kendaraan? Inilah Besaran Biaya Resminya

Presiden RI Teken Inpres yang Berisi Sanksi Bagi Pelanggaran Protokol Kesehatan