CakapCakap – Cakap People, kebijakan yang diambil oleh beberapa negara di dunia yang menerapkan lockdown untuk warganya memang dirasa cukup berat. Masyarakat dilarang berinteraksi dengan orang banyak atau ke luar rumah. Semua itu demi menekan wabah Covid-19.
Banyak masalah selama masa lockdown, seperti kasus yang menggegerkan yang satu ini. Di Peru, sebanyak 915 perempuan dan anak perempuan dilaporkan hilang. Kasus itu terjadi selama masa karantina wilayah. Secara terperinci, laporan menyebut para korban hilang terdiri dari 309 perempuan dan 606 anak perempuan. Dalam laporan, juga dijelaskan kejadian tersebut berlangsung antara 16 Maret hingga 30 Juni 2020.
Isabel Ortiz, Komisioner Hak Perempuan di Kantor Ombudsman Nasional Peru, menyebutkan pencatatan harus tetap dilaksanakan guna menelusuri jejak warganya yang hilang. Langkah ini diambil atas pertimbangan jumlah angka kasus orang hilang yang cukup tinggi.
“Angka ini sudah mengkhawatirkan,” kata Isabels Ortiz.
Melansir dari iNews, lebih lanjut lagi Isabels Ortiz menuturkan, para perempuan yang hilang itu harus ditemukan. Ia pun menegaskan untuk segera menemukan kembali bagaimana pun kondisinya, entah masih hidup atau dalam keadaan meninggal dunia.
Pihak berwenang harus mengusut tuntas masalah yang menggemparkan ini. Apakah orang-orang yang hilang tersebut menjadi korban perdagangan seks, kekerasan dalam rumah tangga, atau adanya kasus pembunuhan.
“Kami mengetahui jumlah perempuan dan anak perempuan yang hilang, namun kami tidak mempunyai informasi terperinci tentang berapa banyak yang telah ditemukan. Kami tidak mempunyai catatan yang tepat dan mutakhir,” ujar Ortiz.
“Dalam beberapa kasus, pelaku (kekerasan atau pembunuhan) justru adalah orang yang melaporkan korban hilang,” ucap Ortiz menjelaskan.
Cakap People, masih menurut Ortiz, di wilayah Amerika Latin serta Karibia, jumlah kasus pembunuhan dan kekerasan terhadap perempuan memiliki persentase yang tinggi. Penyebabnya karena kultur kejantanan (macho culture) dan peran perempuan yang diatur oleh norma sosial.
“Kekerasan terhadap perempuan terjadi karena banyak pola patriarki yang berlaku di masyarakat. Banyak sekali stereotip tentang peran perempuan yang mengatur perilaku semestinya, dan ketika tidak sesuai, maka kekerasan digunakan terhadap mereka,” tuturnya.