CakapCakap – Cakap People! Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan untuk peningkatan cepat dalam produksi dexamethasone, steroid murah yang telah terbukti mengurangi kematian pada pasien virus corona baru yang sakit parah.
Melansir Channel News Asia, Selasa, 23 Juni 2020, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, permintaan dexamethasone telah melonjak setelah ilmuwan Inggris mempublikasikan keberhasilan uji coba obat itu. Tetapi, ia yakin, produksinya bisa ditingkatkan.
Sekitar 2.000 pasien diberi dexamethasone oleh para peneliti yang dipimpin tim dari Oxford Unversity, dan obat itu berhasil mengurangi kematian hingga 35% di antara yang paling sakit, menurut temuan yang diterbitkan pekan lalu.
“Meskipun data masih awal, temuan baru-baru ini bahwa steroid dexamethasone memiliki potensi penyelamatan jiwa bagi pasien COVID-19 yang sakit kritis memberi kami alasan yang sangat dibutuhkan untuk menggunakannya,” kata Tedros, Senin, 22 Juni 2020.
“Tantangan selanjutnya adalah meningkatkan produksi dan mendistribusikan dexamethasone secara cepat dan merata ke seluruh dunia, dengan fokus pada negara-negara yang paling membutuhkan,” ujarnya.
Dexamethasone telah ada di pasaran selama lebih dari 60 tahun dan biasanya berfungsi untuk mengurangi peradangan.
Tapi, WHO menekankan, dexamethasone hanya boleh digunakan untuk pasien dengan penyakit parah atau kritis di bawah pengawasan klinis yang ketat.
Ada risiko dexamethasone dipalsukan
“Tidak ada bukti obat itu bekerja untuk pasien dengan penyakit ringan atau sebagai tindakan pencegahan, dan itu bisa menyebabkan bahaya,” kata Tedros memperingatkan.
Dia bersikeras, negara-negara dengan jumlah pasien virus corona dalam kondisi sakit kritis yang banyak perlu diprioritaskan untuk mendapatkan dexamethasone.
Hanya, Tedros memperingatkan, pemasok harus menjamin kualitas dexamethasone, “karena ada risiko tinggi produk di bawah standar atau dipalsukan memasuki pasar”.
Sebagaimana diketahui, virus corona (COVID-19) telah menjangkiti sebanyak lebih dari 9,2 juta orang di seluruh dunia saat artikel ini diturunkan, dengan angka kematian sudah mencapai lebih dari 475 ribu orang secara global.