CakapCakap – Cakap People! Jumlah kasus positif infeksi virus corona di Indonesia masih terus meningkat. Pada hari Kamis, 18 Juni 2020, terjadi lonjakan sebanyak 1.331 kasus baru COVID-19 dalam 24 jam. Ini adalah rekor penambahan harian tertinggi sejak kasus pertama virus ini diumumkan pada 2 Maret lalu di Indonesia.
Lalu, apa sesungguhnya faktor pemicu tingginya kasus baru COVID-19 di Indonesia?
Mengutip laporan Kompas, Kamis, 18 Juni 2020, epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas COVID-19 Rumah Sakit UNS, Tonang Dwi Ardyanto menilai, ada empat faktor utama pemicu tingginya kasus baru COVID-19 tersebut.
1. Pelonggaran aktivitas publik
Tonang mengatakan, kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pelonggaran, harus diakui adalah pilihan yang sulit dan pahit.
“Ibarat rem dan gas. Kalau direm terus, risikonya berhenti semua. Tidak mencapai apa-apa. Kalau terus gaspol, risikonya bisa tidak terkendali,” kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Kamis, 18 Juni 2020.
Menurutnya, hal ini yang hingga saat ini masih belum dapat ditemukan keseimbangan antara gas dan rem tersebut.
2. Tahapan dan kriteria kebijakan pemerintah yang belum jelas
Dalam mencari keseimbangan antara gas dan rem tadi, Tonang berpendapat diperlukan kepemimpinan dan arah kebijakan yang jelas dari pemerintah.
“Misalnya, kita longgarkan segini, kalau nanti bisa begini, kita tambah longgarnya. Kalau nanti ada begini, kita ketatkan lagi, dan seterusnya,” ujar Tonang mencontohkan.
Menurutnya, hal tersebut harus jelas dan disampaikan di awal. Sehingga masyarakat mendapat acuan atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Faktor testing yang agresif
Selain dua faktor tadi, melonjaknya kasus COVID-19 di Indonesia menurut Tonang yakni dikarenakan faktor testing yang agresif.
“Oh jelas itu (testing yang agresif) dan memang itu harapannya,” ucap Tonang.
Namun, lanjutnya, yang sebenarnya diharapkan yakni jumlah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) yang meningkat, tetapi jumlah yang positif menurun. Tonang menjelaskan, saat ini angka positivitas masih berkisar di angka 11,5 persen.
“Kalau bisa, justru semakin banyak pemeriksaan PCR itu angka positivitas akan turun sampai di bawah 5%. Minimal itu dibawah 5%,” papar Tonang.
Apabila jumlah pemeriksaan meningkat dan bersamaan jumlah positif juga meningkat, maka sebenarnya masih banyak kasus positif yang selama ini belum terdeteksi.
4. Ada masyarakat yang masih abai
Kemudian, faktor terakhir yang mendasari meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di Tanah Air yakni karena masih adanya beberapa masyarakat yang abai.
“Bahwa masyarakat abai, ya ada faktor tersebut. Tapi yang lebih utama menurut saya memang soal kurangnya acuan bersama untuk mendorong partisipasi masyarakat tadi,” kata Tonang.
Kendati demikian, imbuh dia, jangan kemudian mudah menyalahkan begitu saja.
“Ya namanya masyarakat memang beragam kemampuan dan pemahamannya. Kalau tidak ada acuan dan pegangan, ya makin beragam implementasinya,” pungkas dia.
Sementara itu, per hari ini, Jumat, 19 Juni 2020, ada tambahan 1.041 kasus baru yang terinfeksi virus corona di Indonesia, sehingga total menjadi 43.803 kasus.