in ,

Mayoritas Pasien COVID-19 di New York Berasal dari Orang yang Tinggal di Rumah, Ini Sebabnya!

Virus corona telah menginfeksi lebih dari 5,6 juta orang di dunia sampai saat ini.

CakapCakapCakap People! Guna mencegah penularan virus corona, pemerintah menginstruksikan warga untuk lebih banyak tinggal di rumah dan menerapkan social distancing. Namun, di New York, Amerika Serikat, kasus COVID-19 mayoritas berasal dari orang yang tinggal di rumah. Kok bisa?

Gubernur New York Andrew Cuomo menemukan fakta bahwa mayoritas pasien COVID-19 adalah mereka yang tinggal di rumah. Hal itu mengacu pada survei Center for Disease Control and Prevention (CDC) terbaru yang menganalisis bagaimana penularan virus terjadi.

Ilustrasi. [Foto via Elite Readers]

Cuomo mengatakan, survei itu melibatkan sekitar 1.200 pasien di 113 rumah sakit pemerintah. Hasilnya menunjukkan 66 persen pasien berada di rumah sebelum akhirnya sakit dan dirawat, pasien mayoritas berusia di atas 51 tahun, dan keturunan Hispanik atau Afrika-Amerika.

Kemudian sekitar 96 persen pasien yang disurvei memiliki komorbiditas, yang berarti mereka memiliki kondisi medis yang sudah ada sebelum terinfeksi COVID-19.

Menanggapi survei tersebut, Profesor dan CEO Pusat Medis Universitas Columbia Dr Ashwin Vasan mengatakan, data tersebut dapat memiliki beberapa penjelasan yang masuk akal, termasuk fakta bahwa anggota keluarga pasien adalah pekerja penting atau masih sering pergi keluar rumah.

“Meskipun orang-orang ini lebih tua, tapi perlu diselidiki apakah mereka tinggal bersama pekerja garis depan? Apakah mereka tinggal di rumah tangga multi-generasi?” kata Vasan, dilaporkan Forbes, Senin, 18 Mei 2020.

Menurut Vasan, orang tua yang hidup dengan pekerja penting atau di rumah tangga multi-generasi umum ditemukan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah dan keturunan Afrika-Amerika. 

Apa yang tidak diperhitungkan oleh Pemerintah New York, kata Vasan, adalah transmisi di dalam gedung apartemen khususnya di komunitas berpenduduk padat.

Direktur Harvard Global Health Institute Dr. Ashish Jha juga meminta Cuomo untuk merilis hasil survei secara lengkap. Menurut dia, tanpa memiliki data lengkap, sangat sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Amerika Serikat (AS) mengalami peningkatan tajam kasus positif COVID-19 sebannyak 10.000 yang terinfeksi dalam sehari, Rabu, 25 Maret 2020.

Sementara itu, baik Vasan maupun Jha sepakat bahwa karantina wilayah di New York maupun negara bagian Amerika Serikat (AS) lainnya lebih longgar, ketimbang Wuhan, China. Oleh karena itu, mereka yakin bahwa virus lebih mudah menular di AS.

“Sulit untuk mengetahui apakah orang itu sehat atau terinfeksi tapi tanpa gejala, yang kemudian bisa menularkan dengan mudah. Sulit juga untuk mengatakan apakah pekerja kesehatan dan pekerja penting lainnya yang bekerja selama pandemi adalah rantai utama penularan,” kata Jha.

New York memiliki wabah COVID-19 terbesar di AS, dengan lebih dari 355.000 kasus dan 28.000 kematian. Namun begitu, pemerintah memutuskan untuk membuka karantina wilayah (lockdown) dalam empat fase, dengan tingkat infeksi akan dipantau secara ketat.

FORBES | REPUBLIKA

One Comment

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Naomi Osaka Jadi Atlet Wanita dengan Gaji Tertinggi Dalam Sejarah, Kalahkan Maria Sharapova!

WHO Hentikan Uji Obat Malaria Hydroxychloroquine Sebagai Obat COVID-19